Langsung ke konten utama

IDEALISME




Definisi Ideal




8. sangat sesuai dng yg dicita-citakan atau diangan-angankan atau dikehendaki: gadis itu sangat -- untuk menjadi peragawati;
meng·i·de·al·kan v menyesuaikan dng yg dicita-citakan atau yg diharapkan

SUMBER









Definisi Idealis




1. orang yg bercita-cita tinggi;

2. pengikut aliran idealisme

SUMBER









Definisi Idealisme




1. 1 aliran ilmu filsafat yg menganggap pikiran atau cita-cita sbg satu-satunya hal yg benar yg dapat dicamkan dan dipahami; 2 hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yg dianggap sempurna; 3 Sas aliran yg mementingkan khayal atau fantasi untuk menunjukkan keindahan dan kesempurnaan meskipun tidak sesuai dng kenyataane

SUMBER









Definisi Utopia




6. sistem sosial politik yg sempurna yg hanya ada dl bayangan (khayalan) dan sulit atau tidak mungkin diwujudkan dl kenyataan: kita tidak menghendaki --

SUMBER






Saya mulai mengerti sekarang, kenapa banyak orang yang mempunyai pendapat bahwa mahasiswa berada di garda paling depan sebagai sekelompok agen perubahan ( agent of change ), dalam diri mahasiswa-lah tersimpan sejuta harapan untuk terciptanya suatu perubahan kearah yang lebih baik tentunya. Dulu saya memahami pernyataan ini dengan pemahaman bahwa dalam diri mahasiswa tertanam suatu idealisme yang kuat, semangat untuk merusak yang buruk dan memperindah yang benar. Tapi pada saat itu, saya masih belum mempertanyakan kenapa harus diidentikan dalam diri mahasiswa suatu idealisme itu? Kenapa tidak disematkan juga pada siswa? Bukankah mahasiswa dan siswa sama-sama juga kaum terpelajar?

Pertanyaan itu baru muncul dalam benak saya ketika kini saya menjalani sendiri sebagai seorang mahasiswa. Ya, disini, dalam posisi ini, perbedaan itu mulai saya rasakan, ada suatu perbedaan yang sangat besar antara siswa dan mahasiswa. Menjadi mulai masuk akal bagi saya, kenapa peserta didik di tingkatan bangku kuliah harus mendapatkan gelar maha, saya mulai mengerti alasan itu, setidaknya menurut perspektif saya pribadi.

Di dunia perguruan tinggi, ilmu yang kita dapatkan sudah semakin dalam, tidak sekedar menyentuh permukaannya saja, kita sudah harus memahami segala sesuatunya secara utuh dan rasional, tidak setengah-setengah apalagi dengan emosional. Berbagai macam teori kita ketahui kemudian kita pahami, segala sesuatunya tidak lagi bersifat deskriptif tapi lebih mengedepankan analisis. Teori yang ada kita pahami betul kemudian kita gunakan langsung ke dalam sebuah permasalahan nyata di lapangan. Dan hal terpenting lainnya adalah di bangku kuliah, kita sudah benar-benar di persiapkan untuk nantinya mampu bermanfaat dan memberikan manfaat bagi duni nyata, ya…dunia nyata.

Di dunia pendidikan perguruan tinggi, kita mampu untuk mengembangkan idealisme kita dan memang idealisme kita sengaja untuk dikembangkan sedemikian rupa bertujuan agar setiap peserta didik itu mampu untuk secara optimal mengembangkan segala potensi yang dia miliki. Karena di bangku perkualiahan kita sudah mendapatkan mata kuliah atau ilmu yang benar-benar ingin kita dapatkan, karena segala sesuatunya sudah spesifik sesuai dengan fakultas dan jurusan yang kita pilih. ”Kita pilih” disini saya artikan dan saya generalisasikan bahwa setiap peserta didik di seluruh belahan dunia manapun yang detik ini sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, berarti sedang menjalani “pilihan” pendidikan yang telah “dia pilih”, apapun latar belakang yang menyebabkan pilihan tersebut hingga akhirnya dia memilih, tidak ada alasan baginya untuk mengeluh ini, itu karena yang disebut pilihan berarti selalu terdapat alternatif lainnya dan apabila telah menentukan satu pilihan, itu berarti telah siap dengan segala apa yang menyertai dalam pilihan tersebut. ( baca : Memilih Pilihan ) Sehingga tak ada lagi alasan untuk kita tidak mengembangkan segala potensi yang ada.

Idealisme itu semakin muncul keluar dalam diri kita karena dipengaruhi juga dengan tujuan akhir dari pembelajaran yang konsisten kita ikuti dari mulai taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Di perguruan tinggi, kita mulai mengerti betul bahwa hakikat dan tujuan akhir dari setiap ilmu yang ada, ilmu yang kita miliki, ilmu yang kita usahakan adalah adanya sebuah perubahan. Perubahan dalam diri kita sendiri kearah yang lebih baik dan yang terpenting juga yang paling berat adalah mampu untuk melakukan perubahan positif dalam masyarakat. Karena sekali lagi tujuan akhir dari semua pendidikan yang kita miliki adalah mampu menerapkan itu semua di dalam dunia nyata, dunia masyarakat, tidak sekedar hanya untuk menerapkannya tapi juga mampu uuntuk merubah dan memperbaiki yang rusak dan mempertahankan serta mengembangkan semua yang telah benar.

Dan hal itu memang semakin terasa nyata dalam dunia perguruan tinggi dan pilihan itu semakin mengerucut jelas menjadi : sukses atau gagal! Sehingga idealisme itu dibiarkan tumbuh dalam diri setiap peserta didik. Teori yang ada pun mendukung atau menunjang untuk itu. Pikiran mahasiswa sangat terpengaruhi banyak oleh bayangan teori indah, teori tentang bagaimana seharusnya segala sesuatu itu berlangsung dengan baik dan bagaimana jadinya apabila yang baik itu tidak dilaksanakan dan apabiila yang buruk itu dilakukan. Semuanya melalui pendekatan teori serta normatif aturan adapun pendekatan empiris juga dilakukan tapi hanya sedikit, kalaupun banyak kondisi empiris itu itu dibuat sedekat mungkin dengan kondisi yang mendukung teori tersebut, suatu kedaaan empiris rekayasa atau empiris yang hanya ada untuk suatu penelitian/praktek bukan empiris senyatanya, seperti di kehidupan nyata yang berlangsung setiap hari. Sehingga benar idealisme itu benar-benar muncul, benar-benar berkembang besar. Karena sekali saja idealisme itu terkekang atau dibenturkan dengan suatu keadaan senyatanya atau bahkan sengaja dibatasi dengan terus melakukan indoktrinasi bahwa di lapangan nanti banyak hal yang terjadi tidak sesuai dengan teori yang ada. Sungguh hal itu hanya akan menghambat perkembangan serta motivasi setiap peserta didik dalam menuntut ilmu atau untuk mengembangkan potensinya. Bahkan lebih buruk lagi apabila hal itu memang dilakukan untuk mempertahankan suatu sistem yang buruk.

Kita memang benar dipersiapkan untuk dunia nyata tapi dengan terus “menakuti” setiap peserta didik, dalam hal ini mahasiswa, dengan perkataan bahwa tidak semua teori yang kita pelajari mampu untuk berjalan sepenuhnya, hal itu justru saya pikir tidak sesuai untuk dunia pendidikan. Memang benar kita juga harus diberi tahu dan belajar untuk mengetahui bahwa dunia nyata nantinya tidak akan bisa seindah dan sesempurna dunia pendidikan tapi penyampaiannya tentu harus dalam konteks menyemangati agar kita terus belajar untuk merubah hal itu, segala hal yang salah, bukan dengan penyampaian yang terkesan “menakuti” dan justru mematahkan semangat peserta didiknya sehingga akhirnya mereka hanya mencari ilmu apa adanya, dangkal, hanya menyentuh permukaanya. Sehingga tidak sedikit pun ilmu itu kita pahami benar.

Pendapat saya pribadi, dunia pendidikan itu adalah dunia dengan penuh keindahan dalam artian tidak ada penyimpangan sedikit pun dari teori, semua harus sesuai dengan teori serta aturan yang ada sehingga idealisme itu bisa terbentuk maksimal, bentuk ideal karakter seorang manusia bisa benar-benar tercipta. Perkara nanti di dunia nyata, biarlah itu menjadi masalah nanti karena yang terpenting diri setiap peserta didiknya telah kuat dalam hal yang benar karena terbentuk dari proses yang benar pula. Sehingga nanti iedalisme itu tetap kuat dan mantap walaupun nanti banyak sekali pertentangan di dunia nyatanya, bahkan dengan kekuatan itu kita akan mampu untuk merubah setiap kesalahan itu. Coba bayangkan apabila dalam dunia pendidikan saja kita sudah di didik pragmatis, sudah diajarkan senyata-nyatanya yang ada di lapangan, maka kita pun akan mulai membiasakan diri untuk mentoleransi segala hal yang salah, tak ada kemauan dan kemampuan untuk merubah itu semua.

Ya, pada saatnya nanti kita dengan segala keidealismeannya, pasti akan terkaget-kaget dengan kenyataan yang ada tapi apabila idealisme itu telah kuat terbentuk maka sungguh kita akan mampu bertahan dan merubah. Idealisme yang kuat hanya akan terbentuk dari dunia pendidikan yang di dalamnya tidak ada penyimpangan sedkit pun antara harapan dan kenyataan, biarkanlah utopia itu hanya ada dalam dunia nyata, tapi jangan masuk dalam dunia pendidikan.

“Tidak ada teori yang salah atau tidak bisa diterapkan tapi kita-lah, manusia, yang tidak mampu untuk menerapkan suatu teori secara utuh. Karena teori itu benar sampai ada teori lain yang menyalahkan teori itu.”
Pudir I IPDN Kampus Kalbar ( baca : Jujur dan Berprestasi )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. ...