*catatan : dalam pembuatan artikel ini, konsentrasi dan fokus saya agak terpecah karena sembari menulis saya juga sekaligus mendengarkan dan melihat sidang Itsbat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama untuk menentukan penetapan 1 Syawal 1432 H. Dan yang seperti kita ketahui Pemerintah melalui Kemenag menetapkan bahwa 1 Syawal 1432 H jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011 sedangkan PP Muhamdiyah tetap pada keputusan awal mereka bahwa 1 Syawal jatuh pada tanggal 30 Agustus 2011. Dan artikel ini sama sekali tidak dibuat untuk membahas perbedaan itu karena saya bukanlah orang yang berkompeten dalam bidang itu. Saya hanya "pengguna", hanya umat muslim biasa, yang masih sekedar mengikuti keputusan-keputusan para ulama di sana. Akan tetapi, satu saran saya dalam menyikapi segala perbedaan itu adalah kita harus bersikap sangat dewasa, bersikap sangat bijak, dan dalam menentukan setiap pilihannya harus dengan hati yang mantap, jangan menjadi seperti bunglon, jangan menjadi seseorang yang memncari "aman". Tapi, yakini lah apapun yang kau yakini, dan mantapkan lah segala pilihan itu serta konsisten lah dengan segala apa yang telah kau pilih itu. Enjoy, friends ! :)
Tak terasa, kata yang sering terdengar seiring berakhirnya suatu masa atau suatu acara. Kata tersebut akan meluncur manis keluar indah dari mulut kita secara spontan tanpa ada sedikit pun rasa terpaksa apabila kita telah melalui atau menjalani suatu masa, suatu acara atau apapun namanya itu, dengan sangat baik, atau hal tersebut merupakan sesuatu hal yang sangat berkesan serta membekas dalam hati setiap manusianya. Dan hal itu pun yang kita ucapkan, semua umat muslim khususnya, seiring habisnya atau telah terlewatinya bulan suci Ramadhan. Ya, bulan Ramadhan menjadi sangat indah, menjadi sangat dinanti kedatangannya ( bagi setiap manusia yang beriman ) karena di bulan ini lah Al-Qur’an diturunkan, di bulan ini lah Allah melipatgandakan segala amal ibadah kita, di bulan ini lah segala hal yang kita lakukan Allah beri penilaian lebih dan di bulan ini lah pintu taubat Allah bukakan selebar-lebarnya serta seluas-luasnya. Dan di bulan ini juga Allah mewajibkan bagi setiap umatnya untuk melaksanakan Shaum wajib selama sebulan penuh ( baca : Shaum, bukan puasa ). Tak heran, bila bulan ini disebut dengan bulan suci, bulan penuh barokah, bulan penuh rahmat, serta sejuta sebutan baik lainnya. Ungkapkan itu kita sematkan kepada bulan ramadhan tidak lain dan tidak bukan sebagai wujud suka cita kita, kebahagian kita dalam menyambut kedatangan bulan ini.
Hal lain yang semakin membuat umat muslim antusias menyambut bulan suci Ramadhan adalah karena setelah berakhirnya bulan ramadhan maka akan serta merta langsung diikuti oleh datangnya bulan Syawal, bulan kemenangan. Karena setelah “berperang” melawan nafsu sekaligus membersihkan diri dari segala dosa serta menambah pundi-pundi amal ibadah kita di bulan Ramadhan, di bulan Syawal lah kita merayakan kemenangan itu. Menandakan bahwa kita telah siap untuk melewati sebelas bulan yang akan datang dengan mantap, dengan iman yang kuat, karena telah dididik dengan penuh tawakal di bulan ramadhan ini.
Di bulan syawal ini, tepatnya pada tanggal 1 Syawal, setiap umat muslim akan merayakan Iedul Fitri atau Lebaran, ditandai dengan Sholat Sunah Ied. Ritual lain yang biasanya kita lakukan adalah saling bersilaturahmi satu sama lainnya untuk saling bermaaf-maafan, bertujuan untuk membersihkan diri ini dari segala dosa hasil hubungan sosial dengan sesama dan sebagai wujud nyata dari ketidaksempurnaan manusia yang mau tidak mau harus kita terima bahwa memang dalam diri manusia lah tempatnya segala kesalahan dan kekhilafan. Dan momen Iedul Fitri ini, menjadi momen yang sangat tepat untuk saling bermaafan.
Sehingga dalam kesempatan yang baik ini pula, saya pun tidak ketinggalan tapi tidak juga bermaksud untuk ikut-ikutan, melainkan sekali lagi hal ini saya rasa perlu lakukan karena memang diri ini penuh dengan berbagai kesalahan baik yang disengaja apalagi yang tidak saya sengaja. Dan terlepas dari perbedaan penetapan 1 Syawal 1432 Hijriah, yang saya pikir tidak harus kita jadikan sebuah bahan untuk kita terpecah belah, menjadi suatu pembenaran bagi kita untuk bermusuh-musuhan apalagi pembenaran untuk terjadinya suatu konflik. Saya pikir kita sudah cukup dewasa, sudah berwawasan yang cukup pula untuk melihat perbedaan ini dengan cara yang sebijak-bijaknya. Perbedaan itu muncul karena perbedaan dalam menggunakan cara untuk menetapkan 1 Syawal, ada yang menggunakan metode hisab dan ada yang menggunakan metode rukyah, kedua metode itu merupakan atas dasar ilmu dan memang dicontohkan oleh Rasul kita, walaupun saya pribadi tidak terlalu mengerti. Tapi saya yakin, insya Allah apa pun yang kita pilih apa pun yang kita yakini, insya Allah mampu untuk dipertanggung jawabkan. Akan tetapi, saya tidak akan pernah putus berharap ( seperti yang telah saya kemukakan dalam tulisan saya sebelumnya Berawal Dari Permasalahan Nisfu Syaban ) bagaimanapun juga banyaknya perbedaan memang merupakan sebuah awal dari datangnya suatu permasalahan atau perpecahan, sehingga sedemikian rupa kita harus mampu mengkondisikan setiap perbedaan itu agar menjadi bersatu, meminimalisir segala perbedaan yang ada atau membuat segala perbedaan itu bukan berbeda secara prinsip akan tetapi hanya berbeda dalam koridor yang sama-sama benar, sama-sama bernilai positif.
Tapi, sudahlah, biarkan itu menjadi bumbu dalam hidup, jangan kita besarkan, cukup kita pelajari dan ambil segala hikmah yang mungkin ada dan terkandung di dalamnya. Sembari tetap berihktiar agar menemukan cara paling bijak, cara paling cerdas agar mempersatukan segala perbedaan itu, agar umat Islam kita menjadi bersatu, terjalin suatu ukhwuwah islamiyah yang benar-benar kuat. Jangan sampai segala perbedaan itu justru menghilangkan esesensi hakiki dari Iedul Fitri itu sendiri.
Jadi, akhir kata, menutup segala ocehan dan omongan manis ini, izinkan saya atas nama pribadi dan keluarga mengucapkan :
Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1 Syawal 1432 Hijriah.
Taqabalallahu minna wa minkum.
Mohon maaf lahir dan bathin.
Maafkan segala kesalahan saya.
Dan do’a saya di akhir Ramadhan ini adalah semoga saya tetap diberi kesempatan serta kepercayaan untuk dapat kembali bersua dengan bulan Ramadhan di tahun depan serta tahun-tahun selanjutnya dengan keadaan yang baik, bahkan lebi baik lagi dari ramadhan tahun ini. Tapi, apabila toh saya tidak lagi dipertemukan dengan ramadhan tahun depan atau dengan kata lain ini menjadi ramadhan terakhir bagi diri ini, maka saya harap segala ibadah, segala amalan yang telah saya lakukan di bulan ini dapat diterima sepenuhnya oleh Allah Swt., serta kalaupun sekali lagi ini menjadi bulan ramadhan terakhir bagi saya, saya harap itu atas ridho dan rahmat dari-Nya.
Taqabalallahu minna wa minkum.
Mohon maaf lahir dan bathin.
Maafkan segala kesalahan saya.
Dan do’a saya di akhir Ramadhan ini adalah semoga saya tetap diberi kesempatan serta kepercayaan untuk dapat kembali bersua dengan bulan Ramadhan di tahun depan serta tahun-tahun selanjutnya dengan keadaan yang baik, bahkan lebi baik lagi dari ramadhan tahun ini. Tapi, apabila toh saya tidak lagi dipertemukan dengan ramadhan tahun depan atau dengan kata lain ini menjadi ramadhan terakhir bagi diri ini, maka saya harap segala ibadah, segala amalan yang telah saya lakukan di bulan ini dapat diterima sepenuhnya oleh Allah Swt., serta kalaupun sekali lagi ini menjadi bulan ramadhan terakhir bagi saya, saya harap itu atas ridho dan rahmat dari-Nya.
SELAMAT BERLEBARAN, KAWAN !!
Oh iya, saya berlebaran pada esok hari ya ( Selasa, 30 Agustus 2011 ) :)
Komentar
Posting Komentar