Sebagaimanapun kuatnya saya mengutamakan sebuah proses daripada sebuah hasil ( baca : Proses atau Hasil ? ), sebagaimanapun hebatnya argumen yang saya utarakan untuk tetap memperjuangkan dan menghasut orang-orang agar berproses yang benar dan tidak mendewakan hasil semata ( baca : Proses yang Benar atau Hasil yang Baik ? ), dan sebagaimanapun teguhnya saya menentang itu semua, menentang orang-orang yang menafikan sebuah proses, saya tetap terjebak, saya tetap merupakan bagian dari sebuah dunia akademisi yang segala sesuatunya dinilai dari sebuah hasil akhir, sebuah angka dikonversi menjadi sebuah huruf. Itu lah acuan, itu lah standar yang akan selalu dilihat dijadikan sebuah ukuran untuk menentukan kualitas seorang manusia dan terkadang menentukan nasib akhir seorang manusia itu, menaikan prestis, menjaga harga diri, sebuah kebanggaan, sebuah prestasi sehingga kita dikenal, dipandang lebih, lebih dihormati dan dihargai lebih. Sebuah aktualisasi yang benar-benar sangat ampuh untuk menaikan diri ini ke tingkatan yang sangat mapan.
Jujur saya akui, saya tidak akan pernah lagi membahas ini semua, mengungkit lagi tentang hal ini, bilamana hasil yang saya peroleh, hasil yang saya dapatkan sesuai dengan harapan serta impian saya. Akan tetapi, lagi-lagi, saya terjatuh, terbentur lagi ke dasar bumi, merasakan lagi pahitnya sebuah idealisme, hasil yang saya dapatkan jauh dari apa yang saya cita-citakan. Hal ini bertambah sakit, bertambah perih, menyesakan nafas di dada, membuat saya berkali-kali menelan ludah sendiri, dan mengumpat tajam di dalam hati, adalah fakta yang benar-benar menampar tajam di muka, saya harus kembali kalah oleh mereka-mereka yang saya anggap tidak berproses dengan baik, cenderung kotor dan menyalahi aturan. Mereka mampu tersenyum bangga, tertawa lepas dan berbesar hati karena mampu mendapatkan hasil yang teramat maksimal, hasil yang terlampau bagus. Tidak, saya tidak bermaksud menjadi seseorang yang sok benar ataupun sok suci, tapi apakah mungkin mereka bisa berbangga, bisa mendapatkan hasil yang sangat bagus, tapi dalam prosesnya mereka lalui dengan penuh kecurangan, setiap pembelajaran mereka lalui dengan penuh rasa kantuk, setiap tugas mereka kerjakan dengan sangat tergesa-gesa, mereka kerjakan di saat akhir, penuh dengan copy-paste, dan ujian pun meraka kerjakan dengan penuh siasat, penuh tipu muslihat. Dan tidak, saya tidak menghakimi semua orang, saya hanya menilai beberapa orang, hanya oknum, sebagian kecil ( mungkin ). Karena justru dengan hanya sebagian orang-orang itu lah hal ini menjadi sangat menyakiti saya. Saya tak akan pernah sekecewa ini, saya akan dengan senang hati menerima ini semua, bila ternyata saya dikalahkan oleh orang-orang yang berproses dengan benar dan juga mendapatkan hasil yang baik. Dan itu juga yang saya perlihatkan, saya tidak segan dan tidak malu untuk berkata, bahwa saya kagum dan salut terhadap seorang sahabat saya disini, seorang teman, seoran panutan di kampus IPDN Kalbar ini, A.O.W. ( suatu saat saya akan menulis sebuah tulisan khusus yang membahas kekaguman saya terhadap sosok manusia satu ini ), dia merupakan contoh nyata dari seseorang yang pintar, cerdas, seorang manusia yang generalis, mampu untuk berproses secara benar dan kemudian mendapatkan hasil yang sepadan.
I SALUTE YOU!!
Dia contoh serta bukti nyata, bahwa kita pasti bisa untuk Jujur dan Berprestasi.
Ya, saya akan sangat rela bila harus kalah dengan cara seperti itu, tapi yang terjadi tidaklah demikian. Tapi, cukup, untuk bertindak menjadi seseorang pengeluh, mencari-cari pembenaran dengan mencari-cari kesalahan orang lain, sekaan-akan diri ini paling benar tak ada satu kesalahan pun. ( baca : Bodoh, sebodohnya Manusia )
Oleh itu, saya mencoba untuk mengoreksi ke dalam, mawas diri, melakukan sebuah evaluasi. Saya mencoba menarik nafas sedalam mungkin, tersenyum lepas, mengucapkan dengan penuh getir sebuah kata indah penanda rasa syukur dalam sebentuk kalimat hamdalah. Saya syukuri itu, saya anggap ini adalah sebuah hasil yang sangat maksimal, tidak berdasarkan pendapat saya, tapi saya yakini, ini adalah yang sangat maksimal menurut Allah Swt. Karena mungkin menurut penilaian-Nya, segala usaha yang saya lakukan, segala daya yang telah saya upayakan, inilah hasil termaksimalnya. Mungkin ini lah memang kualitas saya, jadi saya coba terima ini dengan berbesar hati dan menjadikan ini sebuah pembelajaran, sebuah motivasi agar terus berusaha lebih maksimal lagi.
Terkadang saya pun berpikir mungkin ini juga sebuah bagian dari karma hidup, saya akui dulu, saya pun sangat mendewakan sebuah hasil akhir, saya lakukan segala macam usaha tanpa melihat apakah itu benar atau layak, hanya untuk mendapatkan sebuah hasil yang baik. Dan sekarang, di saat rasa sadar itu telah muncul, ketika saya mencoba membangun sebuah idealisme dalam diri, saya harus terbentur dan terhadang oleh situasi yang berbalik menyerang. Situasi yang di dalamnya justru orang lain lah yang berbuat demikian. Sehingga terkadang saya pun tersenyum kecil melihat serta menyadari realita ini. Hal lain, yang mungkin juga berpengaruh adalah karena masih banyaknya dosa atau maksiat yang secara rutin masih saya lakukan, dosa-dosa kecil yang tak terasa atau tak disengaja sampai ke perbuatan yang saya lakukan dengan penuh kesadaran, sehingga hal itu lah yang menghambat segala doa dan ikhtiar yang telah saya lakukan. Hingga akhirnya Allah belum ihklas sepenuhnya untuk memberi diri ini hasil yang memuaskan atau yang sesuai dengan segala impian dan cita-cita saya.
Ya, segala evaluasi itu, coba saya telaah coba saya pelajari dan coba saya untuk perbaiki, dalam diam. Diam memang emas, tapi tidak selamanya menjadi emas memang. Tapi, diam selalu menjadi pilihan yang saya sukai, karena dengan diam saya mampu untuk menahan segala emosi yang berlebih yang sedang saya rasakan. Saya mampu untuk mengendalikan rasa senang dan bahagia serta mampu untuk memendam segala rasa duka secara rapat.
***
Let’s forget it! Coz, one thing for sure, soon i’ll be home.
Yupz, sesaat lagi saya akan menginjakan kaki ini di pulau Jawa tercinta, di rumah saya di sana. Setelah menempuh pendidikan selama satu semester di tanah kalimantan ini, akhirnya saya dan 99 rekan lainnya mendapatkan hak untuk rehat sejenak dan pulang ke kampung kami masing-masing dalam sebuah cuti hari raya Idul Fitri mulai tanggal 19 Agustus s.d. 17 September 2011, sebelum nanti akhirnya kembali lagi ke sini untuk memulai tahun ajaran pendidikan 2011-2012, di tingkat Madya Praja, semester 3 dan semester 4. Ya, saya akan memanfaatkan masa cuti itu sebaik mungkin, sebagai ajang untuk me-refresh diri ini, melupakan segala yang telah lalu dan meyiapkan segala sesuatunya untuk yang akan datang. Tapi, dengan sangat disayangkan, saya tidak bisa pulang dengan membawa suatu kebanggaan, saya pulang sebagai seorang yang kalah. Tapi, saya telah berjanji untuk menjadi pemenang di masa yang akan datang, di cuti-cuti yang selanjutnya.
Mom, dad, sisters, friends and Hunny, I’m coming home!! :)
R.W.L , I SALUTE you...
BalasHapushaha
i wait u my brother...bersyukur telah diberikan kesadaran akan sebuuah kebenaran. saya setju dengan kamu saudaraku.
BalasHapus@R.W.L. : hmmm...boleh daah.... hahahaha....
BalasHapus@anonim ( doeloer damarra ) : sip loer, walaupun itu menyakitkan tapi setidaknya itu lah kebenaran.
membaca seluruh blog, cukup bagus
BalasHapus@anonim : terima kasih banyak kawan, terima kasih ya!
BalasHapus