Profil Singkat Kahlil Gibran
Karya-karya Kahlil Gibran
Inilah salah satu dari banyak kekurangan yang saya miliki, lebih dari sekedar bukti nyata akan ketidaksempurnaan diri ini. Saya memang mampu untuk mengingat segala apa kejadian yang terjadi di masa lampau, terlebih untuk segala kejadian yang menurut saya penting dan mempunyai kesan tersendiri dalam hati, entah itu suka maupun duka. Saya mampu untuk mengingatnya bahkan terkadang mengingat segala detail kecil dari apa yang telah terjadi itu akan tetapi beda halnya bila saya harus menyebutkan kapan segala peristiwa itu terjadi di masa lampau, saya terkadang dan bahkan sering untuk tidak mampu mengingat detail hari, tanggal, tahun serta waktu dari segala kejadian yang terjadi di masa lalu dan itu memang sering membuat saya pribadi sedikit rancu dalam mengurutkan segala peristiwa yang telah saya alami atau untuk sekedar menuliskan kembali itu semua dalam sebentuk sebuah kalimat diari.
I’m not a goddamn writer anyway, I’m just an ordinary man who loves to write!
Dan itu lah alasan kenapa pada tulisan ini, saya pun lagi-lagi tak mampu untuk memberikan suatu keterangan waktu yang lengkap tapi cerita ini bermulai ketika ( bila saya tidak salah ) saya duduk di bangku kelas XI di SMA Negeri 1 Sumedang, masa-masa SMA memang menjadi suatu masa-masa penuh dengan sesuatu yang baru bagi saya, titikbalik yang sedikit banyaknya berpengaruh dalam membentuk kepribadian saya seperti yang ada sekarang ini. Sehingga kini, tak begitu banyak perubahan yang saya alami karena dasarnya telah terbentuk agak kuat ketika di SMA dulu. Di saat itu lah saya mulai menyukai untuk menulis, dan di saat itu juga saya mulai semakin suka untuk membaca, tapi hingga saya duduk di bangku kelas XI, kegemaran saya untuk membaca masih sangat terbatas pada bacaan olahraga dan berita-berita nasional pada umumnya, belum begitu tertarik pada bacaan sastra. Walaupun memang saya mulai sedikit sering membaca novel-novel yang dimiliki oleh kakak saya. Dan dalam hal menulis pun sebenarnya saya sudah sedikit berlagak dengan sok membuat puisi-puisi, yang tak jelas aturannya. hehehe.... ( bisa anda liat dalam label Poetic Tragedy )
Tapi sekali lagi, saya belum benar-benar tertarik pada dunia sastra, dalam hal ini syair-syair berbentuk puisi, dsb. Dan hal itu berubah drastis ketika sahabat saya, saudara saya, Damarra Rezza menawarkan sebuah buku berjudul “Sayap-sayap Patah” karya dari seorang sastrawan bernama Kahlil Gibran. Ya, nama Kahlil Gibran tidak asing bagi saya, karena saya sering membaca kutipan-kutipan kata-kata mutiara miliknya dan sesaat setelah saya mendengar bahwa buku itu merupakan karya Kahlil Gibran saya dengan berani menebak bahwa buku itu akan berisi atau bertemakan mengenai Cinta, karena sejauh yang saya tau kata-kata mutiara yang sering saya baca hasil dari kutipan setiap tulisan Kahlil Gibran bercerita banyak tentang cinta.
Entah karena apa, saya pun tertarik dan akhirnya setuju untuk meminjam buku itu, sekali lagi saya katakan entah ada apa hingga akhirnya saya mau untuk membaca buku itu. Beberapa hari saya pinjam buku itu, tapi dalam beberapa hari itu belum sedikit pun saya membacanya. Dan pada suatu hari saya pun mulai memberanikan diri membuka selembar halaman dari buku berjudul “Sayap-sayap Patah” itu, terus saya baca halaman demi halamannya, terus saya saya hayati dan tanpa tersadar saya telah terhipnotis jauh ke dalam lautan kata-kata yang ada dalam buku itu. Kurang lebih dua jam adalah waktu yang saya perlukan untuk akhirnya mampu membaca habis kesemua halamannya, saya memang terkagum tapi sungguh saya belum terlalu paham apa yang sebenarnya menjadi makna yang terkandung di dalamnya. Sehingga saya pun mengulanginya, membaca lagi dari awal semua halamannya.
Dan akhirnya sedikit banyaknya saya mulai memahami apa yang menjadi tema besar dalam buku itu, dan tak memerlukan waktu lama bagi saya untuk jatuh cinta terhadap setiap kata yang ada di buku itu, dan akhirnya sejak saat itu pun saya mulai berani berkata dengan lantang bahwa saya telah jatuh cinta pada dunia sastra.
Orang lain mungkin akan berkata bahwa setiap satrawan itu hanya melebih-lebihkan segala apa yang terjadi, mereka terlalu menghambur-hamburkan setiap kata hanya untuk melukiskan sebuah benda yang sebenarnya terlihat biasa. Tapi justru itu lah yang membuat saya menjadi sangat menyukai setiap tulisan dari seorang satrawan, mereka mampu untuk menyusun kata-kata menjadi sebentuk kalimat panjang nan indah. Sebuah benda biasa mampu mereka lukiskan dengan sangat tepat, semua keindahan mereka tumpahkan secara lebih indah dan semua kesedihan juga mampu mereka ceritakan dengan lebih tragis. Ya, itu lah satrawan, karena bila tak lebay bukan sastrawan namanya. ( lebay yang bermakna tentunya )
Begitu juga seorang Kahlil Gibran, damn! I’m speechless! He’s just so great, so damn great! Semua kata-katanya mempunyai makna yang terlampau dalam, analoginya maut dan kiasannya tajam. Cerita cinta dan kehidupan mampu ia lukiskan secara nyata, membuat bayangan kita melayang tak terbatas, dia benar-benar membuat setiap orang yang membaca setiap karya-karyanya mabuk kepayang.
Saya kagum dan cinta terhadap karya-karyanya ( sejauh ini saya sudah membaca Sayap-sayap Patah, Jiwa-jiwa Pemberontak dan Tembang Keagungan ). Pemikirannya yang terkandung dalam setiap karyanya sedikit banyak memang telah mempengaruhi jalan pikiran saya, mempengaruhi sudut pandang yang saya gunakan untuk menjalani hidup ini, terlebih dalam mengarungi lautan cinta yang memang penuh dengan ombak besar.
Kahlil Gibran juga lah yang membukakan hati ini untuk jatuh cinta dan semakin haus untuk membaca setiap karya sastra lainnya. ( Taufik Ismail adalah salah satu sastrawan yang kemudian juga saya kagumi juga cintai )
Kahlil Gibran mampu untuk melihat segala sesuatunya dengan hati, dia tidak ingin suatu keindahan hanya semu terlihat oleh matanya. Dia juga mampu untuk berkata-kata melalui hati, dia tidak ingin mengungkapkan keindahan hanya sekedar terbatas oleh perkataan bibir semata. Dan dia juga mampu untuk mendengar melalui hati, dia tidak ingin hanya mendengarkan segala suara keindahan hanya terbatas oleh pendengaran telinga saja. Dia memaknai segala sesuatunya secara lebih, lebih indah ataupun lebih kelam. Dia ungkapkan segala jeritan jiwa serta cintanya melalui sindiran dan kiasan yang indah juga keras.
mmm...Sepertinya saya harus sesegera mungkin mengakhiri tulisan ini, karena segala pujian yang saya tuliskan ini justru hanya menjadi sebuah “hinaan” bagi seorang Kahlil Gibran, karena karya-karya nya sungguh tak mampu untuk kita puji oleh sekedar kata-kata fana belaka.
The end.
alah c dulur tulisanna menginspirasi wae uy,,
BalasHapushehehe
lur urg join ah?
nyieun blog soal pemikiran urg masing",kmaha?
hehe...
BalasHapusalhmdllh akh.
tp salut lah urg ka ente mah, blog na aya wae di halaman pertama google, mntp lur!!
iri urg. hhe....
ide alus lur, der akh,...kmha realisasina??
kontak via hape ath??