Sistem politik yang digunakan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem politik demokrasi. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang mempunyai arti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan atau berkuasa. Sehingga demokrasi bisa kita artikan sebagai kekuasaan yang berada di tangan rakyat.
Dewasa ini sistem politik demokrasi dianggap dan bahkan dipercaya sebagai sebuah sistem politk yang paling sempurna dibandingkan dengan sistem politik lainnya sehingga bagi negara-negara yang telah mampu untuk menerapkan sistem politik demokrasi di negaranya dianggap sebagai bagian dari negara-negara yang telah maju sedangkan negara-negara yang tidak atau belum menerapkan demokrasi sebagai sistem politik di negaranya maka negara tersebut dianggap sebagai negara yang belum maju.
Karena dengan diterapkannya demokrasi maka di negara tersebut sudah dipastikan akan mampu untuk menjamin pelaksanaan HAM, yang sekarang ini, merupakan prasyarat utama apabila ingin masuk dan diterima dalam pergaulan dunia.
Perkembangan sistem politik demokrasi di Indonesia, dimulai dari sejak proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia hingga sekarang zaman reformasi, telah mengalami banyak dinamika dan perkembangan sekaligus perubahan di sana-sini, yang merupakan sebuah pembelajaran dan pendewasaan bagi bangsa Indonesia sehingga mampu untuk mendapatkan bentuk paling ideal dan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat yang ada di Indonesia.
Perkembangan demokrasi itu menjadi sangat menarik untuk dibahas dan dikaji lebih lanjut apalagi apabila kita tinjau dari sudut pandang kesatuan bangsa dan pembangunan politik yang ada di Indonesia. Karena suatu bangsa tidak akan pernah bisa bersatu atau tidak akan pernah terwujud suatu kesatuan bangsa apabila pembangunan politik di Negara tersebut tidak berjalan dengan baik dan apabila tidak ada suatu rasa kesatuan bangsa maka segala program pembangunan Negara akan berjalan percuma dan tidak akan pernah bisa berhasil serta berdaya guna.
Pembangunan sistem politk yang mampu untuk mempertahankan dan meningkatkan persatuan serta kesatuan bangsa adalah pembangunan sistem politik yang demokratis karena dengan pembangunan sistem politik yang demokratis mampu untuk mengarahkan dan mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjamin serta mempererat persatuan kesatuan bangsa Indonesia, yang akhirnya makin memberikan ruang yang semakin luas untuk perwujudan keadilan sosial dan kesejahteraan yang makin merata bagi warga Negara Indonesia.
Akan tetapi pada kenyatannya, seperti yang telah terjadi di masa lampau, dalam sebuah fase kepemimpinan Presiden di Indonesia, tujuan sistem politik demokrasi yang mulia tersebut masih saja banyak terjadi beberapa penyimpangan kaitannya dengan usaha setiap pemimpin tersebut dalam mempertahankan kekuasaan yang dia miliki.
Demokrasi yang sejatinya merupakan sebuah sistem politik yang menitikberatkan pada keterbukaan, dan partisipasi masyarakat karena pada hakikatnya kedaulatan itu berada di tangan rakyat, tapi dengan segala argumen dan pembenaran yang pemimpin itu lakukan, maka yang terjadi justru demokrasi hanya dijadikan sebuah kedok dengan bermahkotakan ideologi yang dianut oleh Indonesia.
Itu-lah kenapa kemudian pembahasan mengenai perkembangan demokrasi di Indonesia kaitannya dengan kesatuan bangsa dan pembangunan politik menjadi sebuah pembahasan yang menarik. Sistem demokrasi yang pernah Indonesia terapkan dan menjadi sebuah sistem politk yang paling lama Indonesia gunakan seiring dengan masa kepemimpinan Presidennya yang juga sangat lama adalah sistem politik Demokrasi Pancasila yang digunakan pada zaman Orde Baru di bawah kepemimpinan Bapak Soeharto.
Sehingga dalam tulisan ini, saya akan mencoba memfokuskan untuk menganalisis sistem Politik Demokrasi Pancasila kaitannya dengan kesatuan bangsa dan pembangunan politik pada masa tersebut dan juga pengaruhnya terhadap zaman reformasi dewasa ini.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang mengutamakan musyawarah mufakat tanpa oposisi dalam doktrin repelita yang berada dibawah pimpinan komando Bapak Pembangunan. Arah rencana pembangunan daripada suara terbanyak dalam setiap usaha pemecahan masalah atau pengambilan keputusan, terutama dalam lembaga-lembaga negara.
Prinsip dalam demokrasi Pancasila sedikit berbeda dengan prinsip demokrasi secara universal. Adapun ciri-ciri demokrasi Pancasila adalah :
• pemerintah dijalankan berdasarkan konstitusi
• adanya pemilu secara berkesinambungan
• adanya peran-peran kelompok kepentingan
• adanya penghargaan atas HAM serta perlindungan hak minoritas.
• Demokrasi Pancasila merupakan kompetisi berbagai ide dan cara untuk menyelesaikan masalah.
• Ide-ide yang paling baik akan diterima, bukan berdasarkan suara terbanyak.
Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945. Sebagai demokrasi pancasila terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945.
Dalam sistem pemerintahan demokrasi pancasila terdapat tujuh sendi pokok yang menjadi landasan, yaitu :
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum.
Seluruh tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.
2. Indonesia menganut sistem konstitsional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas).
Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi
Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu :
a. Menetapkan UUD;
b. Menetapkan GBHN; dan
c. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR, yaitu :
a. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden;
b. Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN;
c. Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden;
d. Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;
e. Mengubah undang-undang.
4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi.
Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
5. Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN.
Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislatif ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.
Hak DPR di bidang pengawasan meliputi :
a. Hak tanya/bertanya kepada pemerintah;
b. Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah;
c. Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah;
d. Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal;
e. Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.
6. Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR
Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara.
Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil.
Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas.
Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.
Seperti apa yang telah penulis sampaikan di atas, pada masa atau zaman Orde Baru demokrasi beserta ideologi Pancasila yang Indonesia gunakan telah di salah artikan dan digunakan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan. Pada prakteknya tidak ada keterbukaan yang terjadi di dalam Negara Indonesia sebagaimana seharusnya apabila suatu Negara menganut suatu sistem politik demokrasi.
Demokrasi hanya sebagai kedok karena pada implementasi di zaman Orde Baru kepemimpinan yang dilakukan oleh Pak Soeharto sangat otoriter, segala hal berkaitan dengan ranah politik sangat dibatasi oleh pemerintah dan semua itu menjadi terasa benar karena dibungkus oleh doktrin serta pemahaman ideologi Pancasila, akan tetapi pemahaman itu diberikan hanya berdasarkan tafsiran pemerintah semata, masyarakat tidak diberikan ruang untuk menafsirkan selain apa yang diberikan oleh pemerintah dan untuk memastikan bahwa hanya ada satu pemahaman maka pemerintah pun melakukan suatu program yang diberi nama P4 ( Pedoman Pengamalan dan Penghayatan Pancasila ).
Hal lain yang juga sangat membatasi ruang gerak dalam perpolitikan bangsa Indonesia pada waktu itu adalah dibatasinya jumlah partai politik di Indonesia menjadi hanya tiga dengan alasan bahwa demokrasi yang digunakan Indonesia menekankan pada musyawarah mufakat sehingga tidak membutuhkan banyak partai politik yang hanya akan memecah suara dan ujung-ujungnya dalam pengambilan keputusan akan menggunakan sistem voting, sebuah sistem yang sangat dihindari pada masa itu.
Pun dengan arus informasi yang beredar di kalangan masyarakat, semuanya diatur oleh pemerintah dan semua berita tidak ada yang sedikit pun bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh pemerintah, tidak ada opini lain yang benar kecuali apa yang pemerintah keluarkan dan untuk memastikan hal ini berjalan dengan baik maka Pak Soeharto pada zamannya membentuk Departemen Penerangan, yang bertugas untuk menyaring berbagai macam berita yang ada di masyarakat, taring dari Departemen ini semakin terasa kuat dan mencekam ketika semakin banyak media masa yang diberangus dan dicabut izinnya karena terlalu berani mengkritik pemerintah.
Hal itu dilakukan dengan alasan untuk menjamin stabilitas nasional karena hanya dengan stabilitas nasional maka suatu pembangunan akan mampu terwujud serta terlaksana dengan baik.
Stabilitas nasional merupakan kata kunci utama dari segala kebijakan yang diterapkan pada zaman Orde Baru dan memang stabilitas nasional itu mampu untuk terwujud serta selanjutnya pembangunan di Indonesia pun mampu terlaksana dengan baik dengan puncaknya adalah ketika Indonesia mampu untuk berswasembada beras pada tahun 1984.
Akan tetapi stabilitas nasional itu harus dibayar mahal dengan mandeknya pembangunan politik yang ada di dalam masyarakat Indonesia yang akhirnya berakibat fatal pada kesatuan bangsa Indonesia. Memang pada masa itu tidak terlihat fragmentasi diantara masyarakat Indonesia tapi ekses negatif itu terlihat nyata ketika rezim Orde Baru tumbang, gerakan-gerakan separatis itu kemudian muncul ke permukaan akibat dari sebuah pembangunan politik yang sama sekali tidak berjalan.
Masyarakat daerah pada umumnya dan masyarakat daerah di luar Pulau Jawa pada khususnya merupakan pihak-pihak yang paling merasakan ketidakadilan tersebut. Dengan sistem pengambilan keputusan top-down, masyarakat daerah seperti hanya menjadi sekumpulan boneka dan alat pembangunan semata. Tidak banyak diantara mereka yang mampu untuk merasakan efek positif dari pembangunan yang dilaksanakan pada zaman itu. Sehingga hal itu menjadi sebuah api dalam sekam dan itu terbukti ketika sedikit saja perekonomian Indonesia terganggu maka masyarakat pun seperti mempunyai alasan untuk memberontak dan melakukan perlawanan hingga akhirnya Pak Soeharto harus lengser secara paksa pada tahun 1998, dan pada saat itu pula merupakan awal dari sebuah rezim yang baru yaitu Reformasi.
Jadi, sejarah telah membuktikan bahwa mengekang kehidupan politik serta pembangunan politik dalam masyarakat untuk menciptakan suatu kestabilan politik tidak akan pernah bisa untuk jangka waktu yang panjang hal itu hanya akan bertahan sementara karena dengan dikekangnya kehidupan politik seseorang maka hal itu hanya akan membuat rasa emosi itu tertahan dan pada saatnya nanti akan keluar juga ke permukaan dalam bentuk yang keras bahkan anarkis. Sehingga dalam membangun suatu kestabilan nasional untuk menjamin terselenggaranya pembangunan harus dilaksanakan secara bertahap berjenjang dan bertingkat dengan membangun sistem politik yang baik dalam diri masyarakat itu sendiri sehingga kestabilan itu mampu untuk terwujud secara sempurna dan utuh.
Komentar
Posting Komentar