“Kondisi yang masih banyak remaja mengidolakan ( Ariel ) membuat miris Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI ). KPAI mengajak masyarakat mewaspadai konsolidasi gerakan propornografi yang dimotori pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari bisnis tersebut.
‘masyarakat perlu mewaspadai adanya gerakan sistematik terdesain dari pengusaha hitam yang mengambil untung dari industri pornografi, yang membangun citra seolah-olah pelaku kejahatan pornografi sebagai idola, yang justru akan mengancam prinsip perlindungan anak,’ kata Wakil Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh di Jakarta, Senin.
Menurutnya, tanggapan terhadap pembebasan Ariel terkesan berlebihan, seolah-olah Ariel adalah sosok pahlawan yang telah berjasa besar teradap bangsa dan Negara. ‘seolah orang mulia, lebih mulia dari atlet-atlet kita yang mengharumkan nama bangsa di kancah internasional,’ katanya.
Faktanya, kata Ni’am, Ariel dihukum karena tindak pidana kejahatan yang meruntuhkan harga diri bangsa, tidak hanya berskala nasional, tetapi jadi isu internasional. Ni’am menduga penyambutan berlebihan terhadap bebasnya Ariel bukan bersifat spontan, melainkan direkayasa, didesain pihak-pihak tertentu yang mengambil untung dari industri pornografi.
Padahal, lanjutnya, fakta menunjukan kasus pornografi ini telah menyebabkan demoralisasi anak-anak dan memicu kekerasan seksual kepada anak, baik sebagai pelaku maupun korban. (tribun-news/yog/dic/wja/rro/ant)”
Tribun Pontianak, Edisi 354 Tahun IV, Selasa 24 Juli 2012, “Saya Wajib Lapor Sebulan Sekali”
Tulisan diatas merupakan sebuah artikel yang saya kutip dari harian Tribun Pontianak dan saya akui tulisan di atas bukan merupakan keseluruhan dari artikel yang ada di Koran tersebut, yang saya tuliskan hanya merupakan potongan akhir dari artikel itu. Tapi tidak, saya menolak bila ada anggapan bahwa saya bermaksud menggiring anda semua yang mungkin sempat membaca potongan artikel itu ke dalam sebuah opini. Tidak, saya tidak sepicik itu dan hal itu sangat bertentangan dengan prinsip yang saya pegang. Saya pribadi berpendapat bahwa alangkah sangat bodohnya apabila kita bertindak, memberikan respon dan mengambil sikap akan sesuatu hal tanpa kita terlebih dulu memahami secara utuh atau menelan secara penuh hal itu. Sikap, respon dan tindakan kita tidak lain hanya akan menjadi sebuah hal yang sia-sia, tak berguna, karena hanya berdasarkan sebuah emosi, tak akan menjadi solusi dan yakin-lah hal itu hanya akan menimbulan perselisihan baru.
Adapun maksud dan tujuan saya tidak menuliskan keseluruhan dari artikel itu karena saya berpendapat bahwa inti dari artikel itu terdapat pada potongan akhirnya, seperti apa yang saya tulis di atas. Paragraf-paragraf awal dari artikel itu menurut pemahaman saya, hanya merupakan deskripsi singkat tentang sebuah proses pembebasan seorang pesakitan dan situasi serta kondisi yang ada mengiringi proses tersebut. Mungkin lebih tapi tidak kurang saya pikir.
Ya, Ariel eks vokalis dari band fenomenal yang dulu kita kenal dengan sebutan Peterpan, telah resmi keluar dari tahanan dengan status bebas bersyarat dan dikenakan kewajiban untuk melapor setiap bulannya. Ariel telah menjalani kurang lebih 3,5 tahun masa kurungan di lapas karena tersentuh oleh sebuah kasus, yang saya pikir cukup memilukan juga memalukan yaitu pornografi.
Saya mencoba untuk tidak menjadi hakim terhadap sosok pribadi seorang Ariel, tapi konsekuensi logis dengan menjadi seorang selebritis yang dikenal luas oleh banyak orang, yang mau tidak mau, suka tidak suka, segala tingkah laku akan selalu terawasi oleh sejuta pasang mata, menyebabkan seorang selebritis tidak lagi bisa untuk bertindak bebas, tapi harga yang harus dia bayar sebagai seorang public figure, apapun statusnya, entah itu artis, aktor, musisi, politikus, pejabat pemerintah, apapun namanya yang berkenaan dengan ranah publik dan dikenal luas oleh masyarakat, maka dia harus mampu untuk “berpura-pura” menjadi seseorang yang “sempurna”, dia harus mampu menjaga image-nya sebaik dan sesuci mungkin. Ini tidak hanya untuk kepentingan dia pribadi tapi jauh dari itu, dengan jutaan mata yang menyaksikan dan melihat jelas padanya, maka dia pun menjadi memiliki sebuah kewajiban untuk selalu menjaga sikap karena disadari atau tidak apa yang dia lakukan atau apa yang tidak dia lakukan akan selalu berdampak pada masyarakat, terlebih pada mereka yang dengan secara nyata mengidolakannya. Segala apa yang mereka lakukan, segala kebiasaan mereka yang terkena sorot lampu kamera para wartawan serta waratawati akan menjadi sebuah headline berita dan menjadi patokan yang akan selalu dibicarakan bahkan dikuti oleh banyak masarakat. Ini adalah konsekuensi yang nyata, mungkin mereka bisa berkilah bahwa mereka tidak pernah menginginkan hal seperti itu tapi sekali lagi ini adalah sebuah keniscayaan, yang datang seiring dengan status sosial yang termiliki. Like it or not you have to deal with it!
Pun dengan Ariel, seorang musisi yang telah mampu membawa nama Peterpan melambung tinggi, seorang pencipta lagu yang hampir dari setiap lagu yang ia ciptakan menadi sebuah hits yang mungkin akan terkenang sepanjang masa, untaian lirik puitis dengan paduan nada romantis tak sedikit melululantahkan hati wanita hingga menangis. Ditambah dengan bakat dan anugerah suara indah yang dia miliki dalam balutan wajah tampan membuat mati setiap wanita yang menatap, Ariel memilki semua syarat untuk menjadi terkenal dan dia memang mendapatkan itu tapi sungguh ironis hal itu tak mampu ia selaraskan dengan sikap yang dia miliki. Seharusnya sadar dengan posisi yang dia emban, dia harus mampu untuk lebih menjaga sikapnya sebagai seorang yang diidolai ribuan orang akan tetapi Ariel tak mampu untuk melakukanya. Dimulai dengan kasus hamil di luar pernikahan hingga akhirnya berpuncak pada kasus video porno dia dengan dua orang wanita yang diduga Luna Maya dan Cut Tari.
Dan disini-lah letak kebodohan yang ada, seringkali kecintaan kita yang berlebihan terhadap seorang yang kita idolakan membuat hancur logika serta nurani kita sebagai manusia, kita seringkali mencintai dengan membabi buta sehingga menggelalapkan mata kita, semua yang terdapat dalam diri seseorang yang kita idolakan semuanya menjadi benar dan baik untuk kita ikuti, kita menjadi pembela baginya tak peduli entah itu benar atau salah. Ya, kita menjadi gila karenanya!
Sesuatu hal yang wajar dan sangat lumrah ketika kita menyukai, mengagumi dan mengidolakan orang lain akan kelebihan yang dia miliki akan tetapi sesuatu hal yang berlebihan itu memang tidak akan pernah menjadi baik, untuk hal apapun itu. Kita tetap harus tetap berpikir logis dan komprehensif, apa yang benar harus kita bela dan apa yang salah harus kita musnahkan, tak peduli apakah itu berkenaan dengan mereka yang kita idolakan atau tidak, untuk sesuatu hal yang benar dan salah tak bisa kita berpikir subjektif tapi kita harus mampu berpikr objektif dan nayata. Karena kebenaran itu bukan tentang apa yang kita rasa.
Kasus Ariel adalah contoh paling nyata dari hal itu, dari kebodohan mereka yang terlalu mengidolakan seorang manusia seperti Ariel, mereka terbutakan dan tak peduli walau Ariel telah secara jelas melakukan hal yang menjijikan dan merupakan sebuah aib serta dosa besar, tapi mereka tetap mengelu-elukannya selayaknya seorang pahlawan.
Dimana otak kita semua berada?
Ada dimana letak agama kita??
Saya tidak menghasut anda semua untuk juga mencaci hingga mati seorang Ariel dan seluruh orang yang mungkin khilaf dan melakukan sebuah kesalahan, saya hanya mengajak anda dan juga kita semua untuk berlaku adil, memperlakukan yang hak itu secara benar dan yang batil itu secara salah. Ketika ada orang yang berbuat salah maka kita perlakukan dia sewajarnya sesuai dengan hukum yang ada sebagai seorag yang salah dan begitu juga sebaliknya. Hanya itu dan hanya sesederhana itu.
Karena Allah Swt. pun maha mengampun, Dia memaafkan segala dosa hamba-Nya ( kecuali syirik ) selama hamba-Nya mau untuk bertaubat secara sungguh-sungguh dan tidak melakukan lagi kesalahan yang sama dan kesalahan-kesalahan yang lainnya, jadi kita pun sebagai makhluk ciptaan-Nya juga harus mampu untuk memaafkan tapi tetap tidak lantas hanya karena cinta, hanya karena idola, kita menjadi mendukung, membenarkan, membiasakan kesalahan yang mereka lakukan. Terlebih untuk sebuah kesalahan yang fatal dan besar!
Komentar
Posting Komentar