*catatan : Tulisan ini masih berkaitan erat dengan permasalahan perbedaan penentuan awal bulan Ramadhan yang ada di Indonesia. Tidak berbeda jauh dengan tulisan yang telah saya posting sebelumnya, Hisab dan Rukyah, tulisan ini pun bukan merupakan tulisan yang saya buat sendiri tapi merupakan tulisan hasil karya orang lain yang dalam hal ini adalah anak-anak dari Sekolah Tinggi Pertanahan Negara. Dan juga tidak berbeda jauh dengan postingan saya yang sebelumnya itu, alasan saya memilih tulisan ini untuk saya posting di blog saya adalah karena tulisan ini sungguh sangat informatiif tapi sama sekali tidak provokatif.
Tulisan ini mampu untuk berdiri netral dengan tetap mengedepankan analisis yang bersumber dari Qur'an, Hadits dan juga sains.
Hal itu saya pikir menjadi sangat penting karena dewasa ini masyarakat sangat mudah terprovokasi, sehingga tulisan pun harus mampu untuk menjadi media yang menyajikan kebenaran tapi dengan tetap menjaga keutuhan dan tali silaturahmi. Saya pribadi merasakan langsung hal ini ketika membaca tulisan atau analisis berkenaan dengan Hisab dan Rukyah tapi sungguh memiliki tendensi sehingga tidak mampu untuk mengulas secara komprehensif, hanya menyudutkan dan menyulut emosi.
Akhir kata, selamat menikmati dan meresapi apa yang tertulis di bawah ini dan juga seperti tulisan yang lalu, ada beberapa redaksi kata yang saya rubah tapi sekali lagi tidak mengubah substansi atau makna yang terkandung di dalamnya.
Tulisan anak STPN (Sekolah Tinggi Pertanahan Negara)
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
PENENTUAN AWAL SHAUM RAMADHAN 1433 H ATAU TAHUN 2012 M.
Fakta telah terjadi perbedaan penentuan awal shaum ramadhan 1433 H atau Tahun 2012 M tidak bisa kita pungkiri. Sebagian umat merasa baik-baik saja, ada yang pura-pura bersikap seolah-olah baik-baik saja, dan ada yang tidak bisa menutupi rasa kegelisahannya. Penentuan awal shaum ramadhan pada dasarnya adalah dengan memperhatikan posisi bulan (hilal) dari berbagai tempat di permukaan bumi.
Permukaan bumi berarti “tanah” tempat melakukan pengamatan atau perhitungan. Karena terkait dengan tanah (pertanahan), hal inilah yang menjadi dasar kami untuk ikut mengkajinya dalam forum Pertanahan Syariah ini.
Secara sederhana, penentuan hilal dalam perkembangan ilmu fikih dilakukan dengan beberapa metode, yaitu hisab hakiki (terbagi menjadi dua, yaitu aliran yang berpegang pada ijtima semata dan yang berpegang pada posisi hilal di atas ufuk). Metode lainnya berdasar rukyat al hilal dan imkan al rukyat.
Di Indonesia, terdapat dua aliran besar dalam penggunaan metode-metode di atas. Aliran besar pertama adalah kalangan warga Nahdiyin (Nahdatul Ulama / NU) yang berafiliasi dengan Pemerintah dan sebagian besar organisasi masyarakat Islam di Indonesia, kemudian aliran besar kedua adalah kalangan warga Muhammadiyah dan sebagian kecil organisasi masyarakat Islam di Indonesia.
Aliran Pertama, menggunakan metode Imkan al Rukyat, dimana ciri utamanya adalah melakukan pengamatan langsung ke lapangan (lokasi tertentu yang sudah ditetapkan) untuk mengamati posisi Hilal.
Dalam perkembangannya, disepakati beberapa kriteria di antara mereka yaitu, ketentuan tinggi hilal minimal 2 derajat, umur bulan 8 jam atau jarak antara matahari dan bulan 3 derajat. Kriteria inipun sudah disepakati dalam Lokakarya Hisab Rukyah yang diselenggarakan Sub Direktorat Hisab Rukyah dan Pembinaan Syari’ah Kemenag RI di Cisarua, Bogor, tahun 2011. Sebagian ahli berpendapat bahwa aliran pertama ini menerapkan metode horizon lokal karena membatasi wujudul hilal di atas 2 derajat.
Aliran Kedua, menggunakan metode Hisab Hakiki. Dimana merujuk kepada Firman Allah SWT. dalam Q.S. Yunus:5, yang artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”
Mereka yang berpedoman terhadap ini, melakukan pengamatan hilal menggunakan bantuan sains (astronomi) dan teknologi terkini. Sehingga penentuannya lebih kepada memanfaatkan sains dan teknologi daripada mengamati langsung di lapangan. Apabila posisi hilal sudah kelihatan (wujudul Hilal) meskipun tidak lebih dari 2 derajat, maka aliran ini meyakini bahwa merupakan tanda bahwa keesokan harinya adalah awal bulan Ramadhan. Sebagian ahli berpendapat bahwa aliran kedua ini menerapkan metode horizon bebas karena tidak membatasi wujudul hilal di atas 2 derajat.
Bagaimana kondisi alam terkait dengan penentuan Hilal sebagai tanda masuknya awal Ramadhan 1433 H atau Tahun 2012 M?
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber bahwa untuk tahun ini konjungsi matahari dan bulan terjadi pada Kamis 19 Juli 2012 pukul 04.24 UT, 07.24 waktu Mekkah. Kondisi hilal di Indonesia sulit dirukyah (diamati langsung di lapangan) karena ketinggian hilal kurang dari 2 derajat. Hilal sudah ada setelah matahari terbenam dan berumur lebih dari 8 jam setelah konjungsi. Diperkirakan dapat dilihat di Mekkah sekitar 6 menit setelah matahari terbenam pada pukul 19.05 waktu setempat, lalu hilal tenggelam pada pukul 19.11.
Sedangkan di Indonesia, dilihat dari Pelabuhan Ratu pada hari kamis 19 Juli 2012 Pada saat matahari terbenam 17:52 WIB, ketinggian posisi hilal adalah 1 derajat 20 menit. Sedangkan secara umum, di Indonesia, hilal sudah ada sejak matahari terbenam hari Kamis tanggal 19 Juli 2012, dimana posisi hilal pada kisaran ketinggian 1 derajat 15 menit hingga 1 derajat 33 menit.
Meski ada perbedaan pada awal Ramadhan, untuk 1 Syawal 1433 H, waktu ijtima pada 17 Agustus 2012 pukul 22.26 WIB, matahari terbenam pukul 17.56 WIB. Kemudian pada 18 Agustus 2012, tinggi hilal yaitu pada posisi 7 derajat 35 menit, dengan azimuth Bulan (275 derajat 45 menit), sehingga besar kemungkinan bahwa Hari Raya Idul Fitri akan dilaksanakan bersama-sama yaitu pada tanggal 19 Agustus 2012.
Demikianlah informasi dari berbagai sumber yang dapat kami bagikan untuk pencerahan dan pengayaan wacana umat Islam dalam berkehidupan bersyariat dan khususnya terkait dengan melaksanakan kehidupan yang menjalankan prinsip-prinsip Pertanahan Syariah.
Akhirnya, kembali kepada keyakinan Saudaraku masing-masing, tak lupa kami menyampaikan "Selamat Menjalankan Ibadah Shaum Ramadhan 1433 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin."
Marilah kita laksanakan Shaum Ramadhan 1433 H dengan sebaik mungkin dan diawali dengan hati yang bersih, ikhlas dan tawadduk. Semoga Rahmat dan Ampunan Allah SWT senantiasa selalu bersama kita semua.
Amin ya robbal ‘alamiin.
Wallahu ‘Alam bi al Sawwab.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Komentar
Posting Komentar