Langsung ke konten utama

Pengakuan untuk Sebuah Klarifikasi

Alkisah pada hari Jumat, tanggal 5, bulan April, tahun 2013, sahabat saya Moehamad Irtho Harfian berkata kepada saya, "Dim, Sabtu ini kayaknya kau gak bisa pesiar ke rumah aku." 
Dengan agak heran kemudian saya balik bertanya kepadanya, "kenapa emangnya, Tho?" 
"Ibu aku ngajak ke rumah Nenek, jadi ntar Sabtu tuh aku langsung di jemput Ibu dari Megamall." 
Mendengar penjelasan seperti itu saya pun hanya bisa meng-iya-kan dan sesegera mungkin mencari jalan atau alternatif lain untuk pesiar hari Sabtu nanti.  

Ya, semenjak saya menginjakan kaki di bumi khatulistiwa untuk menjalani siklus kehidupan di Kampus Kalimantan Barat, pesiar menjadi sesuatu yang "mahal". Karena dengan jarak yang lumayan jauh, di Kalbar ini, Kubu Raya dan Pontianak khususnya, tidak mempunyai sarana angkutan ( angkutan kota, oplet, dan sejenisnya ) sehingga apabila kami hendak melaksanakan pesiar ( keluar dari kampus untuk kepentingan apapun ) kami atau saya harus mengeluarkan uang lebih untuk menyewa mobil atau sekedar menggunakan Taksi. 
Maka semenjak saya dekat dan berteman akrab dengan Irtho, yang asli orang Kalimantan Barat dengan domisili rumah di Sungai Kakap, salah satu daerah di Kabupaten Kubu Raya yang tidak terlalu jauh dari pusat Kota Pontianak, hampir setiap pesiar saya selalu menyempatkan diri untuk beristirahat di rumahnya
Tidak ada kegiatan khusus, saya hanya memanfaatkan waktu pesiar untuk sejenak bisa terlepas dari suasana kampus, dari segala aturan yang begitu mengikat dengan segala pengawasan melekat. 

Tapi kemudian ada hal aneh yang terjadi, tepat sebelum pelaksanaan apel pelepasan pesiar pada pesiar hari Minggu, tanggal 7, bulan April, tahun 2013, Irtho tiba-tiba menghampiri saya kemudian berucap, "Dim, ternyata kemarin tuh aku gak jadi ke rumah Nenek dan itu tuh sebenarnya hanya alasan aja supaya kamu gak main dulu ke rumah aku." 
sontak saya kaget mendengar pernyataan seperti itu! 
"Kenapa gitu, Tho? ada apa?" 
"Gini, Dim. Ibu aku ternyata nyangka kamu pakai Ganja!". 
"Hah? Ganja? kok bisa gitu, Tho?" 
"Jadi pas hari apa gitu, Ibu saya tuh beresin kamar dan gak sengaja jatuhin tas kamu. Ya jadi Ibu aku beresin tas mu lah dan Ibu aku liat bungkus korek api mu yang ada tulisan ganjanya! nah jadi kemarin tuh Ibu interogasi aku. Tapi aku udah jelasin kok kalo kamu bukan pemake, dan itu bukan ganja. Cuma salah satu merk dari korek api mu aja! Jadi, kamu gak usah khawatir lagi, Dim" 

damn!! 

*** 

Di sini saya hanya akan melakukan sebuah klarifikasi, tidak untuk berdebat tentang sesuatu aturan atau kegunaan yang saya pun tidak/belum mengetahui penuh tentang hal itu. 

SAYA BUKAN SEORANG PEMAKAI GANJA DAN TIDAK AKAN PERNAH MENGGUNAKAN GANJA, TERKECUALI MUNGKIN APABILA UNTUK SUATU ALASAN MEDIS YANG SAYA PUN TIDAK AKAN PERNAH TAU. TAPI UNTUK SEKARANG, SAAT INI, DAN MASA DEPAN ATAS DASAR ALASAN COBA-COBA APALAGI GAYA SEMATA, SAYA TIDAK AKAN PERNAH MENGGUNAKAN GANJA, BAHKAN SELURUH OBAT-OBATAN TERLARANG LAINNYA!

Kecewa, aneh, miris dan sedih mungkin adalah pilihan kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan saya ketika mendengar kabar bahwa orang tua teman saya sendiri, bisa berprasangka bahwa saya adalah seorang pemakai ganja. 

Jadi begini cerita sebenarnya, saya memang menyimpan korek api di dalam tas yang saya titipkan di rumah Irtho, bukan korek api tapi Gas ( saya tidak terlalu tau istilah tepatnya apa ). Itu merupakan hadiah atau kenang-kenangan dari Orang Tua asuh saya ketika saya melaksanakan PL 3 di Kabupaten Pontianak bulan lalu. 

Karena korek api itu sangat berharga buat saya, terlebih karena bentuk dan jenisnya yang saya pikir akan sulit untuk dicari dan itu merupakan hadiah dari Orang Tua asuh maka saya memutuskan untuk juga tetap menyimpan dengan bungkusnya. Permasalahannya adalah ada sticker yang tertempel di bungkus korek api itu yang entah kenapa bertuliskan GANJA SILVER

Saya pun mengerti ketika seorang awam, apalagi seorang Ibu yang melihat benda itu terlebih dengan warna bungkusnya yang memang tidak jauh berbeda seperti sebuah daun ganja yang dikeringkan maka benda itu akan dianggap sebagai sebuah GANJA yang benar-benar GANJA. 

Sekali lagi, saya tegaskan di sini, itu hanya sebuah bungkus atau wadah atau tempat dari sebuah korek api biasa dan tulisan ganja itu tak lebih hanya merupakan penunjuk jenis ( mungkin ) dari korek api itu.  
Secara logika pun bila benar itu sebuah ganja, apakah mungkin seradikal itu dengan membubuhinya dengan tulisan ganja? 

Lalu apabila kemudian ada pertanyaan kenapa saya membawa, menyimpan korek api? kenapa lantas orang tua asuh saya memberi saya hadiah korek api? 

well, saya harus akui di sini, saya memang seorang perokok. Tapi kemudian saya dengan bangga juga bisa mengatakan bahwa saya bukan perokok berat. Saya masih bisa menegakan akal sehat. 

Saya tidak merokok selama saya berada di kampus atau di tempat manapun yang secara jelas melarang setiap orang di dalamnya untuk merokok, bahkan mengkategorikan merokok sebagai sebuah pelanggaran sedang.

Saya merokok ketika tak ada pengawasan melekat dalam diri saya, ketika segala atribut itu saya tanggalkan, ketika memang situasi dan kondisi yang ada di sekitar saya itu memungkinkan saya untuk merokok. Tapi ketika lantas merokok itu justru menyebabkan saya tidak tenang dan hanya akan menimbulkan masalah, untuk apa saya merokok? 

in fact, tidak banyak teman, sahabat, dan keluarga saya yang tau saya merokok karena sebisa mungkin saya selalu menghindari merokok dengan orang-orang banyak yang saya kenal karena kadang tak semua bisa menerima perubahan saya menjadi seorang yang merokok

well, the bottom line is, SAYA TIDAK MEMAKAI GANJA! 

cukup menyakitkan ketika kita dilabeli atau dicap sebagai orang yang "salah". Karena saya tak munafik, saya selalu mengedepankan nama baik dan kredibilitas. Itu-lah kenapa saya enggan untuk merokok dengan banyak orang yang saya kenal, karena banyak orang yang saya kenal terlanjur menganggap saya sebagai orang yang "baik" dan saya adalah orang yang selalu berusaha menjaga nama "baik" itu. 

Lalu karena rokok terlanjur diidentikan dengan orang yang "tidak baik" maka sepertinya terlalu riskan bagi saya bila harus berbuat frontal merokok di hadapan semua orang. 

#PMA always!

Komentar

  1. yang jelas... pemakai ganja yang sudah pasti itu adalah bob marley :p

    BalasHapus
  2. hehe iya bang, tapi sebenarnya saya tertarik untuk juga membahas mengenai apakah ganja itu memang pantas untuk dilegalkan.

    BalasHapus
  3. @bang harri : waah, tegas ya bang? hhe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang