Langsung ke konten utama

Analisis Masalah Kontemporer

Karena bagaimana mungkin seseorang bekerja dengan maksimal dan memberikan pelayanan yang optimal, bila seseorang tersebut bekerja di suatu tempat dengan ilmu yang tidak dia kenal?


Analisis masalah kontemporer menjadi sesuatu hal yang tidak asing lagi bagi saya, terlebih di IPDN Kampus Daerah Kalimantan Barat ini. Dosen di sini lebih “senang” memberikan kami tugas-tugas yang bersifat analisis, yang lebih mengedepankan kemampuan kita untuk melihat segala peristiwa, segala berita yang sedang hangat atau isu-isu yang sedang terjadi secara kritis berdasarkan suatu kerangka ilmu atau perspektif yang telah kita pelajari. Secara garis besarnya itu lah yang dimaksud dengan analisis masalah kontemporer, menganalisis segala masalah terkini.

Bagi saya pribadi, saya cukup menyukai tugas seperti ini. Karena tugas analisis seperti ini sangat bisa untuk meminimalisir plagiat, yang dewasa ini semakin marak terjadi dan ironisnya banyak terjadi dalam dunia akademik, suatu dunia yang seharusnya diisi oleh suatu idealisme yang mutlak, suatu dunia yang seharusnya benar-benar sempurna. Tapi ternyata realitanya masih bisa tercoreng oleh suatu hal yang bernama plagiat. Bagaimana tidak? Dengan mudahnya akses informasi, orang-orang akademisi sangat mudah untuk meng-copy paste segala tulisan atau informasi yang ada, khususnya yang ada di internet. Dengan segala budaya instant yang telah merasuki sukma setiap orang, sehingga segala sesuatunya ingin dicapai dengan proses yang cepat, usaha yang minimal tapi berharap mendapatkan hasil yang maksimal. Inilah dunia zaman sekarang, menafikan sebuah proses, mendewakan sebuah hasil. ( baca : PROSES atau HASIL ? )

Back to our main topic, dengan tugas analisis, maka akan terlihat jelas bila terjadi suatu penjipalakan. Karena tugas analisis hampir secara garis besarnya berisi pendapat pribadi kita, cara pandang kita terhadap suatu masalah yang sedang terjadi. Bagaimana nalar kita mempelajari, mencari penyebab dan kemudian mampu memberikan suatu solusi konstruktif yang mampu digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Analisis masalah kontemporer yang saya kerjakan kali ini adalah suatu tugas yang diberikan oleh bapak Rusdiono, dosen mata kuliah Administrasi Publik. Sebuah mata kuliah yang secara pribadi saya sukai dan beliau merupakan slah satu dosen favorit saya. Untuk tugas ini, saya memilih tema mengenai, “The Right Man on The Right Place”, suatu permasalahan mengenai penempatan pegawai di Indonesia yang sering kali tidak sesuai aturan yang berlaku dan disiplin ilmu yang dimiliki oleh pegawai tersebut. Analisis ini saya bagi ke dalam tiga bagian, yaitu : Latar belakang masalah, analisis dan rekomendasi. Analisis yang berjumlah lima halaman ini saya harap mampu mendapat apresiasi positif dari beliau, sehingga mampu memberikan suatu nilai yang baik pula. Walupun pada hakikatnya nilai bukanlah sesuatu yang utama bagi saya, tapi sayang situasi dan kondisi memaksa saya untuk mementingkan sebuah nilai. ( baca : Proses yang benar atau hasil yang baik ? )

Analisis Masalah Kontemporer : The Right Man on The Right Place

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. ...