“Setiap tetes darah anda sangat berarti bagi mereka yang membutuhkan.”
“Mari budayakan sifat ikhlas, bijaksana dan dermawan”
“Mari budayakan sifat ikhlas, bijaksana dan dermawan”
Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela untuk disimpan di bank darah untuk kemudian dipakai pada transfusi darah.
Syarat-syarat teknis menjadi donor darah
Sedikit fakta tentang darah
Lima Manfaat Kesehatan Donor Darah
Syarat-syarat teknis menjadi donor darah
Sedikit fakta tentang darah
Lima Manfaat Kesehatan Donor Darah
***
Ini adalah artikel yang saya buat, beberapa menit atau lebih tepatnya beberapa saat setelah saya selesai mendonorkan darah saya, untuk yang pertama kalinya!! Dan seperti hal-hal lainnya yang dilakukan untuk pertama kali, entah itu positif ataupun negatif, selalu ada perasaan lebih, selalu ada adrenalin yang berbeda yang kita rasakan dan yang jelas pengalaman itu akan tertanam jelas dalam ingatan kita dan kelak akan selalu kita banggakan.
Itulah sekiranaya yang sedang saya rasakan, hal yang mungkin sepele, tapi karena ini lah pengalaman pertama dan terlebih ini merupakan hal yang positif, jadi wajar rasanya kalau saya merasa bangga, bahagia dan senang.
Donor darah bukan merupakan hal yang taboo dewasa ini, bagi saya pribadi donor darah adalah sebuah kata yang sering saya dengar walaupun memang tidak terlalu sering. Donor darah pertama kali menjadi perhatian saya atau menjadi cita-cita saya, ketika pertama kali sahabat saya, saudara/doeloer saya, Damarra Rezza, berkali-kali mengajak saya untuk bersama-sama mendonorkan darah.
Kami adalah sepasang sahabat yang sering berjalan melewati kantor PMI (Palang Merah Indonesia), yang tak lain dan tak bukan merupakan “pusat” dari kegiatan transfusi darah, karena sepengetahuan saya (koreksi jika saya salah) hanya PMI yang merupakan lembaga kesehatan internasional, independent, lepas dari birokrasi pemerintah, apalagi mencari suatu keuntungan, yang secara konsisiten bergerak di bidang kesehatan. Dan PMI pun menjadi bank darah yang secara teratur menyumbangkan darah kepada setiap Rumah Sakit, atau kepada siapa saja yang sedang membutuhkan darah. Walaupun sering terdengar ada isu negatif yang berkembang bahwa PMI memperjualbelikan darah dengan harga tinggi, tapi sudah lah, saya tidak dalam konteks untuk mempermasalahkan itu atau membawa masalah itu ke permukaan, selain karena saya memang tidak begitu tahu tentang masalah itu, artikel ini juga saya buat bukan untuk membahas tentang isu-isu negatif tersebut. So, let’s back to our main business!
Masa-masa SMA saya habiskan di kabupaten Sumedang, tepatnya di SMA negeri 1 Sumedang. Sedangkan saya tinggal di Tanjung Sari (sekitar 24 km dari SMA saya) dan Damarra tinggal di daeah Margahayu ( mungkin sekitar 30 km dari SMA), hal itu membuat kami selalu pulang bersama, dan kebetulan kami pun berada dalam satu kelas. Mobil umum yang kami gunakan adalah sebuah mobil angkutan perkotaan (angkot) 04 jurusan Sumedang-Jatinangor dan terkadang kita pun pulang menggunakan Bis. Intinya angkot yang akan kami naiki, tidak melewati sekolah kami, tapi kami harus terlebih dulu naik angkot jurusan lain, untuk akhirnya turun di tempat biasa angkot 04 tersebut berhenti menunggu penumpang (ngetem). Dengan berbagai pertimbangan, kami selalu memutuskan untuk berjalan kaki, karena memang jaraknya tidak terlalu jauh dan kami pikir bisa membuat kami lebih sehat dan menghemat uang jajan. Singkat cerita jalan yang kami lalui itu melewati sebuah kantor PMI, entah karena itu atau karena faktor lainnya, Damarra menjadi orang yang sangat semangat untuk mendonorkan darahnya tapi sayang ketika itu saya belum terlalu berani dan mempunyai niat yang kuat untuk mendonorkan darah, alhasil segala bujuk rayu yang dia keluarkan belum mampu untuk menghasut saya agar mau mendonorkan darah. Akhirnya, di suatu hari pada suatu masa, dia mendonorkan darahnya dan saya ikut menemani, hanya ikut menemani. Hehehe.... Beberapa menit registrasi, akhirnya proses itu dimulai. Saya tidak melihat, saya hanya menunggunya di ruang depan kantor itu, menunggu sekitar 15 menit dan akhirnya Damarra keluar ruangan dengan muka sumringah agak pucat dan membawa snack, yang berisi makanan ringan, susu, dan pil (multivatamin) penambah darah. ( pada akhirnya saya mengetahui bahwa sanck itu bernama snack donor )
“gimana rasanya, Mar ?”, tanya saya seiring kami berjalan pergi meninggalkan kantor itu.
“biasa aja, gak kerasa apa-apa!”, jawabnya penuh semangat.
Dan akhirnya sepanjang perjalanan, kami isi dengan sebuah percakapan bertemakan “donor darah”. Kalimat yang membuat saya tertegun dan semakin meyakinkan saya bahwa dia memang merupakan orang dengan jiwa sosial tinggi adalah ketika dia berkata mantap,
“akh, pengen lagi gw donor darah! Pokoknya setiap 3 bulan sekali gw harus rutin mendondorkan darah!”
Niat yang tulus, walaupun entah bagaimana dengan impementasinya sekarang. He..
*catatan : percakapan dilakukan dalam bahasa sunda, tapi demi kenyamanan pembaca dan memperhatikan bahwa tidak semua pembaca berasal dari daerah Sunda, maka saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hahahaha.....
Itulah sekelumit kisah yang membuat saya bercita-cita dalam hati, bahwa saya pada saatnya nanti harus bisa mendonorkan darah, HARUS!!
Waktu berjalan dengan cepatnya dan akhirnya kesempatan itu datang di depan mata. Dalam rangka memperingati Isra Miraj Nabi Muhammad Saw. ( baca : Isra Miraj ), pada tanggal 29, bulan Juni, tahun 2011 ini. Rohis IPDN Kampus Daerah Kalimantan Barat, melakukan serangkaian kegiatan untuk menyambut kegiatan puncak peringatan Isra dan Miraj, yang satu diantaranya adalah kegiatan donor darah bekerja sama dengan PMI Kota Pontianak. Ya, ini lah kesempatan bagi saya untuk mewujudkan cita-cita saya, agar tak menguap hilang begitu saja. Rasa takut itu ada karena wajar sebagai sesuatu hal yang baru akan kita lakukan untuk pertama kali, tapi kalah dengan rasa takut tidak selalu berdampak baik bagi psikis kita, terlebih bila rasa takut itu menghambat kita untuk berkembang menjadi seseorang yang lebih baik dan lebih bermanfaat. Jadi saya mantapkan hati dan bulatkan tekad, bahwa saya harus mendonorkan darah.
Akhirnya hari itu datang juga, hari Sabtu, tanggal 25, bulan Juni, tahun 2011, sekitar pukul 14.30, setelah dilakukannya kegiatan seremonial pembukaan kegiatan donor darah, yang dibuka langsung oleh Plt. Direktur IPDN Kampus Daerah Kalimantan Barat, Bapak H. Hasbullah Hassan, saya pun menjadi orang kedua yang melakukan donor darah. ( Oh ya, jangan anda bayangkan acara seremonial ini dengan bayangan sebuah acara seremonial mewah, tidak sama sekali!) Langkah yang saya lewati adalah mengisi sebuah lembaran berwarna kuning, diukur berapa tekanan darah yang saya milki (saya lulus), kemudian ditest apakah Haemoglobin dalam tubuh saya berada dalam batas yang normal (saya pun lulus), lalu diberilah saya tempat penyimpanan darah, berbaring dalam kasur empuk bersepraikan putih bertuliskan IPDN, dan petugas PMI pun mulai melakukan tugasnya untuk mengambil darah dalam tubuh saya. Jarum saya rasakan masuk manis menghujam nadi dalam lengan, dan darah pun mengalir deras keluar dari tubuh ini menuju tempat penyimpanan itu. 3 atau 5 menit telah terlewat dan akhirnya tempat itu penuh terisi oleh darah saya. Yupz, it ends and it didn’t as scary as i thought! Dengan ramahnya petugas PMI itu mengucapkan terima kasih dan memberi saya snack donor. Saya pun berjalan pulang menuju wisma diiringi tanya dari teman-teman saya yang belum melakukan donor dan masih ragu bahkan takut untuk mendonorkan darah.
Rasa takut memang sangat wajar untuk keluar di saat-saat seperti itu, apalagi bagi mereka yang mempunyai ketakutan lebih terhadap jarum suntik, jadilah donor darah menjadi sesuatu hal yang sangat mengerikan untuk mereka dengar apalagi jalani. Tapi, bagi saya pribadi, seperti yang telah saya kemukakan, tidak selalu berdampak postif apabila kita selalu kalah oleh rasa takut, terlebih dalam hal-hal yang positif. Pertama saya akan bicara sebagai kapasitas sebagai seorang praja (mengutip dan mengolah dari kata-kata sambutan yang diucapkan oleh bapak Direktur), IPDN merupakan perguruan tinggi kedinasan ( baca : IPDN 2010/2011 ), yang segala biaya pendidikannya ditanggung oleh uang negara yang tak lain merupakan uang hasil jerih payah rakyat Indonesia, yang diantaranya tentu adalah orang tua kami disini. Negara berani “menghabiskan” bermiliar-miliar uangnya bukan tanpa maksud dan tujuan, tapi mereka berharap mampu menghasilkan birokrat-birokrat pemerintahan yang berdaya guna, berilmu tinggi, berskill mumpuni dan berakhlak mulia sehingga mampu memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat dan mewujudkan suatu kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia. Tujuan utama yang harus kita garis bawahi adalah untuk menjadi Pelayan yang Prima! Suatu tujuan yang teramat berat memang, tapi bukan merupakan suatu hal yang mustahil. Dengan berbagai harapan itu, wajar bila negara rela untuk membayar mahal pendidikan kita disini. Dengan fakta seperti itu, dari dunia pendidikan inilah kita mulai dilatih untuk bertindak serba teratur penuh perhitungan, karena sungguh teramat besar amanah yang kita pikul, sekali saja kita berbuat kesalahan fatal maka kita telah berbuat dosa untuk berjuta-juta orang yang ada di Indonesia. Tujuan yang saya ucapkan tadi merupakan tujuan akhir yang hanya bisa kita lihat setelah kami lulus dari dunia pendidikan tinggi kepamongprajaan ini, akan tetapi semenjak dini, dari sekarang pun kita bisa “mencicil” membayar segala hutang kita kepada negara, khususnya kepada rakyat Indonesia. Kita bisa lakukan itu dengan cara menjadi praja yang baik, dengan menaati segala aturan yang ada, menerapkan segala ilmu yang kita dapati dan belajar rendah hati, hal lain yang bisa kita lakukan adalah ini dia, Donor Darah. Hal kecil, yang berarti nyata bagi kehidupan masyarakat Indonesia, ini merupakan salah satu diantara banyak perbuatan baik yang bisa kita lakukan untuk membayar segala hutang kita pada negara ini.
Kedua : persoalan darah terkesan masalah yang kecil, tapi sebenarnya merupakan persoalan yang cukup besar. Di Kalimantan Barat saja, di pontianak khususnya memerlukan kurang lebih 60 kantong darah setiap harinya, dengan realita di lapangan pendonor hanya ada sekitar 6 orang setiap harinya. Hey, ini adalah fakta yang ada di hanya lingkup Kota Pontianak, tidak di seluruh daerah di Indonesia, tidak juga dengan fakta yang ada di seluruh penjuru dunia! Mari kita sama-sama membuka mata dan batin kita, mari kita untuk lebih peka dengan kedaan di sekitar, hidup ini bukan hanya tentang kau dan orang yang ada di sekitar badan mu saja, tapi hidup ini tentang bermiliar-miliar orang yang ada di seluruh pelosok dunia, dengan berbagai masalah yang mereka dera. Apakah kita kan diam saja? atau pura-pura tidak peduli? Atau hanya berusaha untuk selamat sendiri? Donor darah , sekali lagi saya katakan adalah salah satu dari sekian banyak hal baik yang bisa kita lakukan untuk menolong sesama kita, siapapun dia.
Jadi, masihkah anda mempunyai suatu pembenaran untuk rasa takut itu?
Itulah sekiranaya yang sedang saya rasakan, hal yang mungkin sepele, tapi karena ini lah pengalaman pertama dan terlebih ini merupakan hal yang positif, jadi wajar rasanya kalau saya merasa bangga, bahagia dan senang.
Donor darah bukan merupakan hal yang taboo dewasa ini, bagi saya pribadi donor darah adalah sebuah kata yang sering saya dengar walaupun memang tidak terlalu sering. Donor darah pertama kali menjadi perhatian saya atau menjadi cita-cita saya, ketika pertama kali sahabat saya, saudara/doeloer saya, Damarra Rezza, berkali-kali mengajak saya untuk bersama-sama mendonorkan darah.
Kami adalah sepasang sahabat yang sering berjalan melewati kantor PMI (Palang Merah Indonesia), yang tak lain dan tak bukan merupakan “pusat” dari kegiatan transfusi darah, karena sepengetahuan saya (koreksi jika saya salah) hanya PMI yang merupakan lembaga kesehatan internasional, independent, lepas dari birokrasi pemerintah, apalagi mencari suatu keuntungan, yang secara konsisiten bergerak di bidang kesehatan. Dan PMI pun menjadi bank darah yang secara teratur menyumbangkan darah kepada setiap Rumah Sakit, atau kepada siapa saja yang sedang membutuhkan darah. Walaupun sering terdengar ada isu negatif yang berkembang bahwa PMI memperjualbelikan darah dengan harga tinggi, tapi sudah lah, saya tidak dalam konteks untuk mempermasalahkan itu atau membawa masalah itu ke permukaan, selain karena saya memang tidak begitu tahu tentang masalah itu, artikel ini juga saya buat bukan untuk membahas tentang isu-isu negatif tersebut. So, let’s back to our main business!
Masa-masa SMA saya habiskan di kabupaten Sumedang, tepatnya di SMA negeri 1 Sumedang. Sedangkan saya tinggal di Tanjung Sari (sekitar 24 km dari SMA saya) dan Damarra tinggal di daeah Margahayu ( mungkin sekitar 30 km dari SMA), hal itu membuat kami selalu pulang bersama, dan kebetulan kami pun berada dalam satu kelas. Mobil umum yang kami gunakan adalah sebuah mobil angkutan perkotaan (angkot) 04 jurusan Sumedang-Jatinangor dan terkadang kita pun pulang menggunakan Bis. Intinya angkot yang akan kami naiki, tidak melewati sekolah kami, tapi kami harus terlebih dulu naik angkot jurusan lain, untuk akhirnya turun di tempat biasa angkot 04 tersebut berhenti menunggu penumpang (ngetem). Dengan berbagai pertimbangan, kami selalu memutuskan untuk berjalan kaki, karena memang jaraknya tidak terlalu jauh dan kami pikir bisa membuat kami lebih sehat dan menghemat uang jajan. Singkat cerita jalan yang kami lalui itu melewati sebuah kantor PMI, entah karena itu atau karena faktor lainnya, Damarra menjadi orang yang sangat semangat untuk mendonorkan darahnya tapi sayang ketika itu saya belum terlalu berani dan mempunyai niat yang kuat untuk mendonorkan darah, alhasil segala bujuk rayu yang dia keluarkan belum mampu untuk menghasut saya agar mau mendonorkan darah. Akhirnya, di suatu hari pada suatu masa, dia mendonorkan darahnya dan saya ikut menemani, hanya ikut menemani. Hehehe.... Beberapa menit registrasi, akhirnya proses itu dimulai. Saya tidak melihat, saya hanya menunggunya di ruang depan kantor itu, menunggu sekitar 15 menit dan akhirnya Damarra keluar ruangan dengan muka sumringah agak pucat dan membawa snack, yang berisi makanan ringan, susu, dan pil (multivatamin) penambah darah. ( pada akhirnya saya mengetahui bahwa sanck itu bernama snack donor )
“gimana rasanya, Mar ?”, tanya saya seiring kami berjalan pergi meninggalkan kantor itu.
“biasa aja, gak kerasa apa-apa!”, jawabnya penuh semangat.
Dan akhirnya sepanjang perjalanan, kami isi dengan sebuah percakapan bertemakan “donor darah”. Kalimat yang membuat saya tertegun dan semakin meyakinkan saya bahwa dia memang merupakan orang dengan jiwa sosial tinggi adalah ketika dia berkata mantap,
“akh, pengen lagi gw donor darah! Pokoknya setiap 3 bulan sekali gw harus rutin mendondorkan darah!”
Niat yang tulus, walaupun entah bagaimana dengan impementasinya sekarang. He..
*catatan : percakapan dilakukan dalam bahasa sunda, tapi demi kenyamanan pembaca dan memperhatikan bahwa tidak semua pembaca berasal dari daerah Sunda, maka saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hahahaha.....
Itulah sekelumit kisah yang membuat saya bercita-cita dalam hati, bahwa saya pada saatnya nanti harus bisa mendonorkan darah, HARUS!!
***
Waktu berjalan dengan cepatnya dan akhirnya kesempatan itu datang di depan mata. Dalam rangka memperingati Isra Miraj Nabi Muhammad Saw. ( baca : Isra Miraj ), pada tanggal 29, bulan Juni, tahun 2011 ini. Rohis IPDN Kampus Daerah Kalimantan Barat, melakukan serangkaian kegiatan untuk menyambut kegiatan puncak peringatan Isra dan Miraj, yang satu diantaranya adalah kegiatan donor darah bekerja sama dengan PMI Kota Pontianak. Ya, ini lah kesempatan bagi saya untuk mewujudkan cita-cita saya, agar tak menguap hilang begitu saja. Rasa takut itu ada karena wajar sebagai sesuatu hal yang baru akan kita lakukan untuk pertama kali, tapi kalah dengan rasa takut tidak selalu berdampak baik bagi psikis kita, terlebih bila rasa takut itu menghambat kita untuk berkembang menjadi seseorang yang lebih baik dan lebih bermanfaat. Jadi saya mantapkan hati dan bulatkan tekad, bahwa saya harus mendonorkan darah.
Akhirnya hari itu datang juga, hari Sabtu, tanggal 25, bulan Juni, tahun 2011, sekitar pukul 14.30, setelah dilakukannya kegiatan seremonial pembukaan kegiatan donor darah, yang dibuka langsung oleh Plt. Direktur IPDN Kampus Daerah Kalimantan Barat, Bapak H. Hasbullah Hassan, saya pun menjadi orang kedua yang melakukan donor darah. ( Oh ya, jangan anda bayangkan acara seremonial ini dengan bayangan sebuah acara seremonial mewah, tidak sama sekali!) Langkah yang saya lewati adalah mengisi sebuah lembaran berwarna kuning, diukur berapa tekanan darah yang saya milki (saya lulus), kemudian ditest apakah Haemoglobin dalam tubuh saya berada dalam batas yang normal (saya pun lulus), lalu diberilah saya tempat penyimpanan darah, berbaring dalam kasur empuk bersepraikan putih bertuliskan IPDN, dan petugas PMI pun mulai melakukan tugasnya untuk mengambil darah dalam tubuh saya. Jarum saya rasakan masuk manis menghujam nadi dalam lengan, dan darah pun mengalir deras keluar dari tubuh ini menuju tempat penyimpanan itu. 3 atau 5 menit telah terlewat dan akhirnya tempat itu penuh terisi oleh darah saya. Yupz, it ends and it didn’t as scary as i thought! Dengan ramahnya petugas PMI itu mengucapkan terima kasih dan memberi saya snack donor. Saya pun berjalan pulang menuju wisma diiringi tanya dari teman-teman saya yang belum melakukan donor dan masih ragu bahkan takut untuk mendonorkan darah.
***
Rasa takut memang sangat wajar untuk keluar di saat-saat seperti itu, apalagi bagi mereka yang mempunyai ketakutan lebih terhadap jarum suntik, jadilah donor darah menjadi sesuatu hal yang sangat mengerikan untuk mereka dengar apalagi jalani. Tapi, bagi saya pribadi, seperti yang telah saya kemukakan, tidak selalu berdampak postif apabila kita selalu kalah oleh rasa takut, terlebih dalam hal-hal yang positif. Pertama saya akan bicara sebagai kapasitas sebagai seorang praja (mengutip dan mengolah dari kata-kata sambutan yang diucapkan oleh bapak Direktur), IPDN merupakan perguruan tinggi kedinasan ( baca : IPDN 2010/2011 ), yang segala biaya pendidikannya ditanggung oleh uang negara yang tak lain merupakan uang hasil jerih payah rakyat Indonesia, yang diantaranya tentu adalah orang tua kami disini. Negara berani “menghabiskan” bermiliar-miliar uangnya bukan tanpa maksud dan tujuan, tapi mereka berharap mampu menghasilkan birokrat-birokrat pemerintahan yang berdaya guna, berilmu tinggi, berskill mumpuni dan berakhlak mulia sehingga mampu memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat dan mewujudkan suatu kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia. Tujuan utama yang harus kita garis bawahi adalah untuk menjadi Pelayan yang Prima! Suatu tujuan yang teramat berat memang, tapi bukan merupakan suatu hal yang mustahil. Dengan berbagai harapan itu, wajar bila negara rela untuk membayar mahal pendidikan kita disini. Dengan fakta seperti itu, dari dunia pendidikan inilah kita mulai dilatih untuk bertindak serba teratur penuh perhitungan, karena sungguh teramat besar amanah yang kita pikul, sekali saja kita berbuat kesalahan fatal maka kita telah berbuat dosa untuk berjuta-juta orang yang ada di Indonesia. Tujuan yang saya ucapkan tadi merupakan tujuan akhir yang hanya bisa kita lihat setelah kami lulus dari dunia pendidikan tinggi kepamongprajaan ini, akan tetapi semenjak dini, dari sekarang pun kita bisa “mencicil” membayar segala hutang kita kepada negara, khususnya kepada rakyat Indonesia. Kita bisa lakukan itu dengan cara menjadi praja yang baik, dengan menaati segala aturan yang ada, menerapkan segala ilmu yang kita dapati dan belajar rendah hati, hal lain yang bisa kita lakukan adalah ini dia, Donor Darah. Hal kecil, yang berarti nyata bagi kehidupan masyarakat Indonesia, ini merupakan salah satu diantara banyak perbuatan baik yang bisa kita lakukan untuk membayar segala hutang kita pada negara ini.
Kedua : persoalan darah terkesan masalah yang kecil, tapi sebenarnya merupakan persoalan yang cukup besar. Di Kalimantan Barat saja, di pontianak khususnya memerlukan kurang lebih 60 kantong darah setiap harinya, dengan realita di lapangan pendonor hanya ada sekitar 6 orang setiap harinya. Hey, ini adalah fakta yang ada di hanya lingkup Kota Pontianak, tidak di seluruh daerah di Indonesia, tidak juga dengan fakta yang ada di seluruh penjuru dunia! Mari kita sama-sama membuka mata dan batin kita, mari kita untuk lebih peka dengan kedaan di sekitar, hidup ini bukan hanya tentang kau dan orang yang ada di sekitar badan mu saja, tapi hidup ini tentang bermiliar-miliar orang yang ada di seluruh pelosok dunia, dengan berbagai masalah yang mereka dera. Apakah kita kan diam saja? atau pura-pura tidak peduli? Atau hanya berusaha untuk selamat sendiri? Donor darah , sekali lagi saya katakan adalah salah satu dari sekian banyak hal baik yang bisa kita lakukan untuk menolong sesama kita, siapapun dia.
Jadi, masihkah anda mempunyai suatu pembenaran untuk rasa takut itu?
Komentar
Posting Komentar