Langsung ke konten utama

Me Vs. BlackBerry !

Saya akui saya mempunyai pemikiran seperti ini karena didasari oleh satu hal yang amat kuat walapun bukanlah sebagai sebuah alasan utamanya, yaitu karena saya tidak mempunyai cukup uang untuk membeli benda itu. Harga yang ditawarkan atau harga yang ada terlampau jauh dari apa yang saya punyai dan terlebih lagi saya pun entah kenapa tidak begitu tertarik untuk bisa memilikinya dan kini hal itu semakin bertambah kuat, alasan untuk saya tidak menyukai benda itu semakin terus bertambah kuat.

Saya pikir bila saya memiliki dan mempunyai benda itu, saya hanya akan banyak merasakan efek negatif daripada mampu untuk menikmati sisi positifnya. Memang suatu hal yang bodoh menyalahkan sesuatu benda mati terhadap suatu hal negatif yang kita lakukan, karena bagaimanapun juga suatu benda mati akan selalu mempunyai sisi positif dan negatif dan sisi mana yang akan kita nikmati atau jelajahi terus hingga kita jadikan itu sifat dan kebiasaan diri, itu sangat tergantung dengan makhluk hidup yang memakainya, sebagai suatu subjek aktif. Sehingga segala apapun negatif yang ada ataupun postif yang ada secara hakikatnya kita manusia sebagai makhluk hidup, sebagai subjek aktif yang menggunakannya yang harus dipersalahkan, bukan justru mencaci maki benda mati yang tidak tau apa-apa, yang hanya akan berguna apabila kita gunakan.

Seperti halnya apabila terjadi suatu pembunuhan, korban dibunuh oleh si pelaku dengan menggunakan sebilah pisau, tentu kita tidak akan menjadi tolol dengan menyalahkan pisau itu, iya kan ? atau ketika kita tersandung oleh sebongkah batu di jalan, maka suatu hal yang bodoh pula bila kita memaki habis-habisan si batu tersebut. Itu sebuah logika yang harus sama-sama kita resapi dalam hati dan implementasikan dalam sikap.

Dan atas alasan itu pula, saya rasa saya belum bisa untuk mengontrol diri ini dalam menghadapi atau menghalau segala hal yang negatif yang ditimbulkan oleh benda tersebut. Dan pengalaman yang ada, melihat realita kehidupan yang ada, melihat segala yang terjadi di alam sekitar, perasaan tidak tertarik itu berganti secara perlahan tapi sangat pasti menjadi suatu persaan benci dan rasa tak suka yang begitu sangat. Tapi, saya pun mencoba untuk tetap menjaga perasaan benci itu dalam batas normal, dalam takaran yang sewajarnya, sehingga rasa benci itu tidak akan menutup mata dan pikiran saya terhadap segala positif yang ada pada benda itu, terhadap segala manfaat yang ada dalam benda tersebut, dan saya pun tak ingin dengan persaan benci yang berlebihan justru akan membuat saya tiba-tiba menjadi jatuh cinta pada benda tersebut. Jadi, apa yang coba saya lakukan dan pertahankan adalah suatu rasa benci yang teramat wajar, dalam batas yang sangat teramat normal, sehingga tidak menjadi benci yang membabi buta, menutup mata dari segala apapun yang ada, tapi cukup lah suatu rasa benci yang hadir karena murni selera dan masalah prinsip serta ego diri pribadi.

Saya menjadi benci benda itu karena benda itu sangat mahal, sehingga saya tidak bisa membelinya.

Saya menjadi benci benda itu karena benda itu memiliki fungsi kamera sehingga tidak boleh saya miliki secara normatif aturan dan kalaupun ada jenis yang tidak dilengkapi dengan fitur kamera, saya sangat tidak tertarik untuk memilikinya.

Saya menjadi benci benda itu karena dengan benda itu kita terus terhubung dengan dunia maya, terus mendapat notifikasi, sehingga terus membuat kita apatis dan autis, membuat kita sibuk sendiri, mengacuhkan semua yang nyata di kehidupan nyata, tidak mengindahkan setiap kata dari lawan bicara di dunia nyata, mengganggu setiap kegiatan kita di dunia nyata, karena kita terus disibukan dengan segala yang terjadi di dunia maya, terus sibuk menggerakan jari jemari kita membalas segala kata dari lawan bicara di dunia maya, terus melakukan kegiatan semu di dunia maya.

Saya membenci benda itu karena benda itu menjauhkan kita dari segala yang dekat di dunia nyata dan justru mendekatkan kita dari segala yang jauh di dunia maya.

Saya membenci benda itu karena hal yang pribadi menjadi cepat berubah jadi konsumsi publik, serta konsumsi publik sudah menjadi berubah untuk selalu ingin tahu apa yang terjadi pada hal pribadi disetiap pribadi.

Saya membenci benda itu karena dengan benda itu sudah tidak ada lagi istilah rahasia pribadi semuanya berubah menjadi rahasia umum.

Saya membenci benda itu karena kini orang-orang lebih suka mencurahkan segala isi dalam hati mereka pada dunia maya terhadap orang-orang dengan sejuta kata yang maya.

Saya membenci benda itu karena orang-orang lebih terbuka pada benda tersebut daripada orang-oarang nyata sebagai sahabat atau keluarga.

Saya membenci benda itu karena kini semua orang sangat menyukai suatu perhatian, suatu kepopuleran, dengan bebagai cara, dengan berbagai kata membuat suatu sensasi. ( baca : GET REAL, PLEASE ! )

Oh, my God, I hate that thing so f****** bad!!

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. ...