Langsung ke konten utama

Dan Semuanya Menghilang ...

Suatu perubahan datang dan kita pun sedikit banyaknya menjadi agak terkejut dibuatnya. Pergantian pucuk pimpinan dari satu orang ke orang lainnya memang tak bisa dipungkiri akan selalu diikuti dengan pergantian kebijakan, tidak selalu buruk memang tapi juga tidak selalu berdampak positif. Ini adalah situasi yang ada sekarang di kampus tempat saya mengenyam pendidikan, pergantian kepala Bagian Administrasi Keprajaan dari Bapak Suyanto ke tangan Bapak Maris Gunawan Rukmana, kini mulai terasa perbedaan dan dampak nyatanya. Pak Maris yang lama menjadi seorang Lurah di Kota Bandung dan bahkan pernah menjadi Lurah terbaik Se-Jawa Barat, mulai menunjukan kapasitasnya dalam memimpin suatu organisasi, terlebih pengalamannya yang memang lebih banyak di lapangan, lebih banyak langsung berinteraksi dengan masyarakat dan permasalahan nyata yang ada dan dihadapi langsung di lapangan. Sehingga beliau tidak terlalu sulit untuk beradaptasi ketika harus menjadi seorang Kabag Administrasi Keprajaan, yang secara umumnya bertugas langsung mendidik, mengayomi serta mengasuh Praja dengan segala seluk beluk siklus kehidupan praja yang dilaluinya. ( baca : Selayang Pandang IPDN )

Dan gebrakan itu mulai terasa semenjak praja mulai kembali berdatangan dari cuti panjang yang mereka dapatkan, berbagai aturan serta kebijakan baru mulai beliau sosialisasikan dan terapkan. Sebenarnya dan bahkan memang kenyataannya, semua perubahan yang beliau lakukan adalah sebuah perubahan yang memang perubahan menuju suatu bentuk siklus kehidupan praja yang ideal sesuai dengan normatif Peraturan Tata Kehidupan Praja yang telah ada dan memang menjadi dasar hukum dari segala kegiatan yang harus dilakukan oleh seorang praja, akan tetapi memang ada beberapa yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi serta fasilitas yang ada di kampus daerah ini. Karena bagaimanapun juga IPDN Kampus Daerah Kalimantan Barat ini adalah kampus daerah yang tidak akan pernah bisa 100% sama dengan kampus pusat di Jatinagor sana. Tapi saya yakinkan di sini, setiap penyesuaian itu bukanlah merubah kepada setiap hal yang prinsip, hanya penyesuaian kepada hal-hal operasionalnya saja.

Beliau mulai menunjukan bahwa gelar atau predikat Lurah terbaik Se-Jawa barat yang pernah beliau dapatkan bukanlah sebuah gelar semata, tapi benar-benar merupakan suatu gelar hasil dari jerih payah serta kinerja beliau yang memang sangat baik dan pantas untuk diapresiasi. Menurut pendapat saya, penilaian terbesar sehingga beliau mampu menjadi Lurah terbaik adalah karena beliau sangat taat terhadap tertib administrasi yang telah di atur dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dan saya pikir hal itu benar adanya, karena sekarang, di Bagian Administrasi Keprajaan yang beliau kepalai, secara kasat mata, saya dapat melihat segala sesuatunya mampu beliau tata secata rapi. Kantor Pengasuhan yang dulu terlihat sangat kosong lengang, kini menjadi seperti sebuah kantor sungguhan, seperti selayaknya sebuah perpustakaan mini dengan pengaturan berkas yang sangat rapi dan tersusun sesuai dengan bagian-bagiannya, semua disimpan rapi dalam map yang telah ditentukan. Dinding-dinding pun rapih ditempeli setiap jadwal kegiatan atau apapun itu. Sekali lagi secara kasat mata, tertib administrasi Bagian Administrasi Keprajaan IPDN Kampus Daerah Kalimantan Barat saya pikir pantas untuk mendapatkan suatu apresiasi.

Perubahan signifikan lainnya adalah kini setiap kegiatan praja benar-benar harus dilakukan pengecekan dengan masing-masing praja mengisi daftar hadir yang dibuat sesuai dengan kegiatan yang telah ditentukan. Dan semua pengecekan itu dilakukan dengan menggunakan sistem daftar hadir kelas. Ya, sekarang kelas sudah menyentuh siklus kehidupan praja, tidak lagi hanya mengurusi cukup permasalahan pengajaran dan pelatihan. Dan ini lah yang saya sebutkan merupakan penyesuaian terhadap tata cara. Karena dulu siklus kehidupan praja, di luar pengajaran dan pelatihan, menggunakan pengecekan berdasarkan wisma atau blok yang praja tempati. Dan sekarang hal itu berganti menjadi menggunakan pengecekan per kelas.

Hal yang sangat baik, tapi tidak saya pungkiri sedikit banyaknya membuat saya agak sedih dan mungkin kecewa. Karena jabatan yang saya pegang sekarang, yaitu Ketua Blok A menjadi tidak jelas tugas dan fungsinya. Secara umum bila melihat segala perubahan itu, maka praktis tugas saya sbagai Ketua Blok hanya menyusun jadwal Jaga Posko dan Jaga Blok setiap harinya, tidak lebih dan tidak kurang. Karena kini semua pengecekan dilakukan dengan daftar hadir per kelas sehingga sudah barang tentu menjadi tugas dan kewajiban ketua kelas.
Tidak, saya tidak gila jabatan atau segala macam yang sejenisnya, saya menjadi sedih karena saya adalah orang biasa, orang yang sangat biasa, tidak mempunyai kemampuan atau bakat lebih dalam segala halnya, sehingga masuk dalam suatu organisasi adalah satu-satunya harapan bagi saya untuk bisa mendapatkan nilai lebih untuk bidang pengasuhan. Dan apabila hal ini yang terjadi, bagaimana caranya saya bisa mendapatkan nilai lebih itu? Apa yang akan saya lakukan?

Ya, inilah resiko menjadi orang yang sangat biasa, ketika segala sesuatunya hanya bermodal bisa, tak ada yang mahir tak ada yang menjadi bakat. ( baca : Tanda Tanya, Benar-benar pintar atau Benar-benar Kaya ) Akhirnya lambat laun, saya pun tersisih dalam persaingan. Ketika yang lain mungkin bisa mengejar nilai pengasuhan itu dengan mengikuti ekskul, saya malah tidak tau harus masuk apa, karena kemampuan biasa yang hanya saya punyai. Dan ketika organisasi menjadi satu-satunya harapan, saya pun mulai tersisih.

Dan semua ini terasa semakin tragis, terasa karma itu benar adanya, karena setelah sekian lama secara angkuh saya menghilangkan dan meninggalkan cinta, tapi kini saya yang harus ditinggalkan oleh satu cinta dan bahkan sekarang pada akhirnya seakan melengkapi penderitaan serta luka yang terbuka, saya harus ditinggalkan oleh satu “pekerjaan”, ditinggal pergi oleh suatu tanggung jawab. ( baca : Tanggung Jawab, Status, Jabatan, dan Peran )
Ya, dan akhirnya semua menghilang!
Damn!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. ...