Langsung ke konten utama

Penyesuaian



ORANG BAIK BELUM TENTU BERNASIB BAIK

Suatu doktrin telah menusuk jelas dan terimplementasikan terlalu nyata dalam realita.
Suatu budaya telah melembaga, telah membentuk suatu sikap.
Perlahan tapi sangat pasti semua itu mulai terasa, mulai merubah segala apa yang dulu telah saya yakini. Karena perubahan itu pasti dan segala sesuatu pasti berubah kecuali perubahan itu sendiri, sehingga menjadi sangat wajar bila pada akhirnya seiring perjalanan waktu saya pun secara saya sadari ataupun tidak saya sadari, ikut terbawa ke dalam arus perubahan itu. Perubahan positif walaupun tidak sedikit pula terjerumus ke dalam suatu arus perubahan negatif, semuanya saya jalani dengan penuh rasa tanggung jawab, terus saya pelajari dan lakukan evaluasi, sehingga bisa membentuk seorang Adima yang hakiki, jauh dari hal-hal yang tak pasti juga negatif, karena bukankah saya pernah berkata : "Semua bisa berubah sejalan dengan kejadian yang kita alami, entah musibah ataupun anugerah. Persepsi kita, cara pandang kita, opini kita, pengalaman kita, semuanya bisa berubah. Tapi, satu hal yang jangan berubah adalah : Aqidah kita, kepercayaan kita terhadap Allah, terhadap semua kekuasaan-Nya dan pilihan-Nya."
( baca : Wisdom, Justice, and Love part I, II, III, dan Who Is Noorz ? )

Dan memang masa-masa ini lah, masa-masa peralihan dari seorang remaja menjadi seorang yang dewasa, merupakan suatu fase pokok yang akan menentukan sikap kita nantinya dalam menjalani sisa kehidupan kita ini. Akan menentukan seperti apa kita akan menjadi orang di masa depan nanti. Membentuk segala pola hidup serta sudut pandang dalam menjalani kehidupan ini. Di fase ini saya rasakan semua perubahan itu memang nyata adanya. Dan kini, saat ini, saya pun telah benar-benar menyadari, saya tidak akan bohong bahwa faktor lingkungan menjadi dorongan utama dari setiap perubahan yang saya alami walalupun hasrat serta motivasi diri tetap menjadi yang utama.

Ya, saya tidak akan lagi menjadi orang yang terlalu banyak berharap, orang yang terlalu sok mempertahankan segala idealismenya ( baca : Jujur dan Berprestasi, Tanggung Jawab, Balada Shaf Depan, etc ) , saya akan mencoba benar-benar memahami suatu nasihat bijak dari Prof. Dr. Sadu Wasistiono, MS, suatu saat beliau pernah berkata bahwa kita harus teguh dalam idealisme luwes dalam implementasi.
Ya, saya akan coba pahami itu secara nyata dan juga secara nyata mengerjakan nasihat itu.
Terlepas dari segala doktrin yang masuk ke dalam telinga ini serta bersemayam nyaman dalam otak ini, realita kehidupan nyata terasa begitu lebih mengejutkan dan lebih bisa menyadarkan. Ternyata segala doktrin yang ada, yang awalnya saya pikir tidak mungkin, ternyata memang ada terjadi. Dan sepertinya saya juga berterima kasih terhadap setiap doktrin yang ada tersebut, karena setidaknya dengan adanya segala doktrin itu saya tidak terlalu kaget dalam menghadapi atau melihat segala kenyataan yang ada. Berkali-kali telah saya tuliskan segala peristiwa itu lengkap dengan sikap yang saya ambil atas terjadinya segala peristiwa yang ada ( baca : Dengarkan Curhatku , Ironi, Proses yang benar atau Hasil yang baik ?, Catatan ringan, etc )

Dan berkali-kali saya coba hibur diri ini coba untuk tetap bertahan dalam sikap realistis yang saya punyai, tetap percaya pada proses yang selalu saya agungkan semenjak dulu. ( baca : Realistis, bukan pesimistis, Proses atau hasil ? )
Dan kini sepertinya saya lelah, hehehe... atau lebih tepatnya lagi sudah tidak mempunyai asa, saya telah memutuskan untuk tetap mempunyai ambisi tapi ambisi itu akan saya simpan secara baik dan saya tutup rapat-rapat hingga tak terlihat sehingga cukup saya saja yang mengetahui, saya tak kan lagi bermimpi muluk-muluk, cukup menjalani sesuatunya secara apa adanya, karena toh segalanya telah diatur sedemikian rupa secara sangat baik dan sempurna oleh Allah Swt., jadi kita hanya tinggal menjalani semuanya dengan sangat tenang dan hanya tinggal memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik. Karena seseungguhnya rasa realistis yang sering saya dengungkan hanyalah suatu bentuk kamuflase dari rasa pesimistis yang saya miliki dan merupakan suatu bentuk ketakutan serta keengganan saya untuk bersikap optimistis. Saya terlalu takut untuk jatuh sehingga saya memilih utnuk tidak terbang tinggi. Ya, karena saya hanya orang biasa, tidak benar-benar kaya atau benar-benar pintar, terlalu sangat biasa!
damn!

karena "Menjadi seorang pemenang, tidak berarti kita harus selalu menang. Karena kalah, bukan berarti menyerah."

Komentar

  1. mendai orang baik jangan dengan pamrih punya nasib baik tapi harus ikhlas menjalani hidup lebih mbermanfaat, lebih dari sekedar mengisi dunia yang serba fana ok ditunggu coment bactnya di link artikenya ini

    BalasHapus
  2. saya akan mencoba untuk selalu menjalani hidup lebih bermanfaat, saya selalu mencoba. terima kasih mas!!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. ...